Jumat, 30 April 2010

UNTUKMU GURU


Dear teachers,

Sejak majalah TG memuat tulisan Pak Yadi, seorang kepala divisi kesiswaan di The Natural School mengenai “Apakah Anak TK Harus Bisa Membaca?”, kehidupannya jadi lebih meriah. Beberapa pihak memintanya untuk menjadi instruktur pada pelatihan dan workshop untuk kalangan guru usia dini, baik inhouse maupun umum. Perubahan ini menjadikan hidupnya jadi lebih berwarna. Rutinitas menjadi guru dan mengawal kelancaran manajemen kelas menjadi semarak dengan gairahnya mempelajari lebih banyak ilmu kependidikan. Tambahan penghasilan? Tentu saja.

Momentum kehidupan yang makin meninggikan manusia sebagai makhluk paling sempurna, akan memberi efek luar biasa pada jati diri. Self development, pengembangan diri, adalah sebuah program, kegiatan , momentum, dan RASA, yang berhasrat meningkatkan kualitas diri melalui serangkaian usaha dan upaya.

Secara fitrah, setiap manusia akan menjadi lebih bahagia ketika memberi (giving) lebih banyak daripada menerima. Ketika tangan-tangan kita memberi kebaikan, tunggu apa yang akan terjadi sebagai buah kebaikan itu. Jelas ini bukan sim salabim. Serangkaian jatuh bangun menyertai.

Menyadari potensi yang nyata pada diri Anda, jika diikat, dapat menciptakan hasil yang mengagumkan. Yang Anda harus lakukan adalah mengalirkan semua pengetahuan, kekuatan dan energi menuju arah yang ditentukan. Ciptakan arah itu secara spesifik. Pak Yadi kini bisa mengatakan: “Aku akan menjadi trainer khusus tentang belajar membaca yang menyenangkan”. Tak terlalu istimewa bukan? Namun indah dirasakan. Dia mungkin memang bukan the best, apalagi the first. Yang bisa diciptakan adalah the different. Berbeda!

Kita, pemberi stimulus dan penyampai ilmu pada siswa, harus makin yakin, bahwa puncak tertinggi dan esensi terpenting dalam pendidikan manusia adalah moralitas, integritas, dan orisinalitas. Pengembangan diri bukan hanya pada ranah akademis. Pendewasaan jati diri dan pendidikan kehidupan yang toleran pada perbedaan, menghormati tetua, menghargai karya orang lain, adalah sebuah keniscayaan yang akan mengantarkan kehidupan menjadi lebih harmonis.

Sepanjang penerbitan majalah ini, kami selalu menemukan Guru yang bergairah melakukan pengembangan diri. Lompatannya sangat menggembirakan.

Tetapkan jalan hidup Anda sebagai Guru dan lakukan pengembangan diri. Sukses jarang muncul secara kebetulan, melainkan karena dirancang!

Salam Pendidikan,
Arfi D. Moenandaris
Pemimpin Redaksi

Tulisan ini diterbitkan pada edisi No. 10 / Vol.04 / Thn 2010. Dapatkan majalah pendidikan Teachers Guide di Gramedia atau Gunung Agung. Berlangganan SMS ke (Flexi) 021 684 58569. Terima kasih.

Kamis, 18 Februari 2010

Bupati Pelalawan Gagas Lomba Membaca Buku, Hadiah Rp30 Juta

17 Februari 2010

PANGKALANKERINCI (RP) - Untuk merangsang minat baca masyarakat Kabupaten Pelalawan, Bupati Pelalawan H Rustam Effendi menggagas lomba membaca buku perpustakaan di Pustaka Kantor Arsip Kabupaten Pelalawan.

Mereka banyak membaca dan masuk dalam enam besar, maka mendapat hadiah berupa uang yang disediakan pihak pustaka senilai Rp30 juta.

Hal itu dikemukakan Bupati dalam pengarahannya saat meresmikan pemakaian Pustaka Kantor Arsip, Kabupaten Pelalawan yang dibuka untuk umum, Selasa (16/2). Kegiatan tersebut dihadiri seluruh asisten, kadis, kabag dan kakan se-Kabupaten Pelalawan.

Bupati mengatakan, pustaka ini adalah gudang buku. Sedangkan buku adalah gudang ilmu. Karena itu siapa yang rajin membaca buku mereka mendapat pengetahuan dan wawasan. Sebab kalau seseorang tidak memiliki wawasan, mana mungkin mereka bisa mengembangkan ilmu mereka.

Bupati mengharapkan kepada masyarakat Kabupaten Pelalawan terutama mereka yang bersemangat untuk maju, agar sering membaca buku. Kalau tidak, mereka dapat dipastikan buta akan kemajuan. Untuk merangsang minat baca itulah pemerintah melalui kantor arsip menyediakan hadiah bagi enam basar yang banyak membaca.

Dalam kesempatan itu juga, Bupati Pelalawan menerima seperangkat buku dari Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Pelalawan (DKP) Ir HT Zuhelmi yang juga Kepala Beppeda, untuk diserahkan kepada perpustakaan daerah.

Di samping menerima hibah buku, bupati juga pada hari itu mendapat kartu anggota perpustakaan dari Kepala Kantor Arsip Pelalawan HT Ubaidillah. Dengan kartu itu bupati bisa mengejar enam besar terbanyak membaca dan pada akhir tahun akan menerima hadiah berupa uang. ‘’Ini modal saya mendapat Rp30 juta,’’ kata bupati sambil memperlihatkan kartu perpustakaan itu kepada undangan yang hadir.

Sementara itu, Kakan Arsip Pelalawan HT Ubaidillah kepada Riau Pos mengatakan, kriteria pengunjung enam besar yang mendapat hadiah pada akhir tahun itu, mereka datang ke perpustakaan, mengisi buku hadir, membawa kartu pustaka dan dicatat oleh petugas perpustakaan.

Setelah itu, pihak petugas memberikan buku kontrol kepada pembaca, untuk melihat berapa banyaknya seseorang membaca dalam satu tahun itu, termasuk meminjam untuk di bawa ke rumah yang akan menambah poin penilaian.

‘’Sampai saat ini, Perpustkaan Arsip ini sudah memiliki 2.300 buku dengan jumlah judul 1.213. Sedangkan usaha pihak arsip menambah buku perpustakaan adalah dengan cara membeli, hibah perpustakaan provinsi dan hibah perpustakaan pusat. Jadwal buka pustaka Senin sampai Kamis, mulai pagi pukul 08.30 WIB sampai dengan 11.30 WIB. Siang pukul 13.00 sampai dengan 16.00 WIB. Jumat pagi pukul 08.30 WIB sampai dengan 11.00 WIB. Siang pukul 13.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.(ris)

200 Peserta Workshop Karya Ilmiah Guru Telah Mendaftar

16 Februari 2010 RIAU POS

PEKANBARU (RP) - Antusias guru-guru untuk mengikuti ‘’Stadium General dan Workshop Nasional Penulisan Karya Tulis Ilmiah Guru’’ cukup tinggi.

Hingga kemarin, 200 peserta telah mendaftar untuk mengikuti workshop yang digelar Riau Pos bekerja sama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Riau dan Dinas Pendidikan Riau.

Acara ini akan berlangsung di Hotel Ratu Mayang Garden, Ahad (21/2) mendatang. Rencana awal, panitia akan membatasi untuk 200 peserta saja. Namun karena banyak peminat, kuota pun ditambah menjadi 300 orang. Ini untuk menampung keinginan guru-guru dari Kota Pekanbaru. Karena peserta yang mendaftar hingga kemarin mayoritas berasal dari luar Kota Pekanbaru.

‘’Karena banyak peminat, sehingga kita menambah kuota menjadi 300 sesuai dengan kapasitas gedung. Satu lagi, ini hanya untuk satu kali saja. Jadi tidak ada angkatan kedua dan seterusnya,’’ ujar Manager Pemasaran dan Event Riau Pos, Zulmansyah Sekedang, Senin (15/2).

Zulmansyah mengakui, tahun lalu Riau Pos memang mengadakan kegiatan serupa hingga delapan angkatan. ‘’Namun untuk tahun ini cukup satu angkatan saja. Karena digelarnya kegiatan ini untuk memberikan pencerahan kepada guru terkait kasus tertipunya para guru oleh para calo dalam pengurusan kenaikan pangkat beberapa waktu lalu,’’ ujar Zulmansyah.

Oleh sebab itu, pembicaranya adalah
‘’Ya, di sini semuanya akan dikupas. Pada intinya adalah, bagaimana supaya guru mengerti bagaimana prosedur dan bagaimana teknis membuat karya ilmiah untuk kenaikan pangkat itu. Selama ini dianggap sulit, mudah-mudahan dengan pelatihan ini menjadi lebih gampang,’’ sebut Zulmansyah.

Guru yang ingin mendaftar datang langsung ke Kantor Harian Riau Pos Jalan HR Soebrantas Km 10,5, Panam Pekanbaru atau menghubungi nomor telepon 0761-64637.(izl/fia)

Tunjangan Guru Agama Rp250 Ribu, Sertifikasi Rp1,5 Juta

10 Februari 2010 - Nasional - RIAU POS

JAKARTA (RP) - Guru agama mendapat angin segar. Departemen Agama telah mengajukan anggaran untuk menambah tunjangan bagi 490.264 guru agama se-Indonesia.

Masing-masing guru agama akan mendapatkan tambahan tunjangan sebesar Rp250 ribu setiap bulannya. Anggaran tersebut akan masuk dalam usulan prioritas APBN-P 2010.

Hal ini diungkapkan anggota Komisi VIII DPR RI, Hj Yoyoh Yusroh kepada JPNN, Selasa (9/2) di Jakarta. Yoyoh menerangkan bahwa sebenarnya sejak tahun 2006 guru agama telah mendapatkan tunjangan sebesar Rp200 ribu. Namun tidak semua guru agama mendapatkannya, karena jumlah guru agama semakin meningkat. Akibatnya ada di antara guru agama yang tidak dapat tunjangan karena keterbatasan anggaran.

Selain mengusulkan tambahan tunjangan, juga diajukan usulan pemberian insentif bagi sekitar 5 ribu guru Madrasah Diniyah. Masing-masing guru madrasah diniyah ini akan mendapatkan tunjangan sebesar Rp100 ribu per bulan di luar gaji pokok.

Tidak hanya itu, untuk guru agama yang sudah sertifikasi, kembali dianggarkan tunjangan profesi sebesar Rp1,5 juta. ‘’Jadi kesejahteraan guru agama akan terus kita perjuangkan untuk ditingkatkan. Sehingga tidak ada perbedaan antara guru agama dengan guru umum. Ini penting untuk peningkatan kualitas pendidikan negeri ini,’’ ujar politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

Sebagaimana diketahui, di APBN 2010, khusus untuk pendidikan sudah dialokasikan anggaran sebesar Rp209,53 triliun atau 20 persen dari total belanja negara. Anggaran tersebut yang dikelola pemerintah pusat sebesar Rp83,17 triliun dan ditransfer ke daerah sebesar Rp126,35 triliun. Dari tambahan SILPA mencapai Rp38 triliun, diperkirakan tambahan untuk kementrian pendidikan nasional dan Depag sekitar Rp11 triliun.(afz/jpnn/muh)

Jangan Nodai Dunia Pendidikan

Surat Pembaca
11 Februari 2010 - RIAU POS

DUNIA pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Oleh sebab itulah, guru sebagai aktor penting di dalamnya haruslah mempunyai kompetensi dan moralitas yang baik.

Namun kini dunia pendidikan itu telah ternodai dengan adanya indikasi kecurangan dalam kenaikan pangkat guru.

Untuk di Riau saja, Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah Riau telah menemukan adanya indikasi pemalsuan penetapan angka kredit (PAK) dan karya ilmiah oleh 1.820 guru. Kecurangan ini mungkin saja tidak sepenuhnya dilakukan oleh guru yang bermasalah tersebut, tetapi sepertinya ada mafia pendidikan yang bermain di dalamnya yang berbuat curang dalam proses kenaikan pangkat para guru. Tapi anehnya, mengapa ada guru yang mau?

Adanya peningkatan kesejahteraan guru yang telah dilakukan pemerintah, haruslah diimbangi dengan peningkatan kualitas dari tenaga pendidik tersebut. Bukan malah berambisi untuk terus mengeruk kekayaan. Sepertinya, guru di zaman sekarang harus kembali mengenang perjuangan guru di zaman dulu.

Di mana dorongan pertama mereka mengajar bukan untuk mendapatkan uang, tapi pengabdian terhadap negara untuk dapat melahirkan generasi yang cerdas dan bermoral yang siap memimpin negara ini. Walau bagaimanapun, seorang guru seharusnya memberikan tauladan yang baik bagi anak didiknya. Kalau gurunya sudah tidak berlaku jujur, tentu sikap buruk tersebut akan terwariskan kepada anak didiknya.

Terkait masalah pemalsuan PAK ini, BKD Riau dan Disdik kabupaten/kota harus melakukan verifikasi secara teliti dan memberikan kesempatan kepada guru yang bermasalah tersebut untuk menjelaskan dan membuktikan duduk permasalahannya. Kalau memang ada yang terbukti bersalah setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, pemberian sanksi turun golongan dirasa pantas bagi mereka.

Selain itu, kalau Polisi dapat mengungkap mafia atau makelar dalam pemalsuan PAK ini. Mereka harus diberi hukuman yang berat, karena sudah menodai dunia pendidikan yang seharusnya bersih dari praktik kongkalikong dan KKN.


Setia Putra, Dewan Pembina Forum Mahasiswa Islam (FORMASI) Inhu.

Guru Harus Lebih Kreatif Dalam Mengajar

Minggu, 31 Januari 2010 TRIBUN PEKANBARU

Duku kering dekat semangka. Buah di tangkai dimakan hama. Sungguh penting Matematika. Bisa dipakai di mana-mana. Itulah petikan pantun karya guru SD Semut Semut The Natural School Depok. Petikan pantun ini disampaikan oleh Indrawan Miga dari Majalah Teachers Guide saat jadi pembicara dalam Diklat Nasional Gemar Menulis untuk guru di Pustaka Wilayah Soeman HS, Minggu (31/1).

Selain Indrawan Miga, Diklat Nasional ini juga menghadirkan Dra Arfi D Mondaris yang juga dari majalah Teachers Guide. Disamping itu, ada juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Prof.DR.Isjoni Msi.

Menurut Indrawan Miga dihadapan ratusan guru dari beberapa daerah di Riau yang hadir, para pendidik dapat melakukan proses belajar yang efektif. Yaitu, dengan metode yang lebih kreatif. Misalnya, memberi pembelajaran melalui pantun atau lagu. Sehingga, siswa lebih mudah termotivasi untuk belajar.(ses)Laporan : Hendra Elfivanias -

PGRI RIAU Minta Guru Jangan Dihujat Terus

10 Februari 2010 - RIAU POS

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Riau melalui ketuanya, Prof Dr H Isjoni MSi di hadapan Komisi A DPRD Provinsi Riau meminta semua pihak untuk menghentikan hujatan terhadap 1.820 orang guru Riau yang terkena kasus Penetapan Angka Kredit (PAK) palsu yang terjadi beberapa pekan lalu. Guru sudah cukup jadi korban penipuan, dan tidak perlu hukuman lain dari semua pihak.

Hal ini diungkapkan Isjoni yang didampingi pengurus PGRI Riau dan sejumlah guru saat menerima kunjungan Komisi A DPRD Provinsi Riau yang dipimpin Bagus Santoso SAg MP, di Gedung Guru Jalan Sudirman.

‘’Saat ini, mereka para guru-guru itu sudah tertekan dengan berbagai pemberitaan media massa. Beban psikologis dan traumatis ini sangat berat bagi mereka dan sekarang sudah pula ada penyidikan pihak berwajib. Mereka itu sebenarnya korban,’’ ungkap Isjoni.

Saat ini, menurut Isjoni, pihaknya telah membuat surat klarifikasi tentang kasus ini yang ditujukan kepada Gubernur Riau yang isinya menceritakan semua kronologis kejadian yang telah jadi headline berita koran itu.

Dalam surat itu, kata Isjoni dijelaskan semuanya mulai dari munculnya surat Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 008/K.XII/I/I-20 tanggal 20 Januari 2010 tentang pembatalan Surat Keputusan Kenaikan Pangkat Jabatan Fungsional Guru Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b yang menggunakan PAK Palsu.

Khusus soal ini, ungkap Isjoni, PGRI sebagai wadah guru-guru dan sebagai organisasi profesi memiliki kewajiban untuk melindungi dan mengayomi guru, sesuai dengan AD dan ART PGRI. ‘’Dalam surat yang ditujukan BKN itu terkesan seolah-olah guru sudah memalsukan PAK. Padahal guru tidak tahu-menahu palsu-tidaknya PAK yang dikeluarkan oleh pihak yang justru harus ditelusuri lebih lanjut,’’ ungkap Isjoni.

Kepada Komisi A DPRD Riau ini, Isjoni menjelaskan bahwa dari pengalaman yang dialami guru-guru menunjukkan bahwa pengusulan karya ilmiah yang telah dibuat guru-guru dan dikirim ke Jakarta, banyak yang tidak kembali, bahkan tidak ada kabar beritanya, apakah diterima atau ditolak. Bagi mereka yang rajin ke Jakarta, mereka mengambil dokumen, dan memperbaikinya.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Provinsi Riau Bagus Santoso yang didampingi Wakilnya Jabarullah, Sekretaris Komisi Elly Suryani dan anggota komisi mengatakan bahwa sebenarnya kondisi yang dialami guru-guru ini adalah akibat sistem birokrasi yang sangat panjang dan berbelit.

Hukuman yang dijatuhkan kepada 1.820 guru di Provinsi Riau yang terlibat dugaan pemalsuan karya ilmiah, sampai saat ini belum ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Riau.

Pasalnya, Surat Keputusan (SK) sebagai hukumannya yang ditangani oleh Gubernur Riau masih menunggu usulan dari Pemda kabupaten/kota.‘’Sampai saat ni belum ada keputusan yang final atas hukuman yang akan diberikan kepada guru yang berbuat curang tersebut, apalagi penandatanganan terhadap SK oleh Gubernur,’’ ujar Sekdaprov Riau Drs H Wan Syamsir Yus.(izl)- Laporan Munazlen Nazier dan Mahyudi, Pekanbaru redaksi@riaupos.com

Mendiknas: Jika Terbukti, Harus Kena Sanksi

9 Februari 2010 - RIAU POS

JAKARTA (RP)-Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh DEA menyatakan, hukuman terhadap 1.820 guru berupa penurunan pangkat serta dikembalikan uang tunjangan selama kurun waktu dua tahun dinilainya sangat wajar.

Sebab jika terbukti siapa pun yang melakukan kecurangan dalam kenaikan pangkat harus mendapatkan sanksi.

‘’Hukuman yang dijatuhkan oleh Pemda Riau kepada guru yang telah melakukan kecurangan itu saya rasa sesuatu yang wajar dan pantas diberikan.

Ini sistem reward and punishment. Kalau melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tentu mendapatkan hukumannya,’’ ujar Mendiknas kepada sejumlah wartawan usai mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Senin (8/2).

Dikatakan Nuh, Kalau pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk juga Guru yang melakukan pelanggaran tentu ada hukumannya. Namun demikian, tingkat hukumannya berbeda-beda. ‘’Hukuman yang diberikan kepada PNS yang melanggar aturan yang ada tentu melihat dari aturan yang dilanggar. Ada tahap peringatan, ditunda kenaikan pangkat, diturunkan pangkatnya bahkan dicopot dari jabatan PNS,’’ terang Nuh.

Soal kasus yang menjadi sorotan media khususnya di daerah Riau ini, Mendiknas mengakui bahwa dirinya belum memahaminya secara menyeluruh. Namun yang jelas imbuh Nuh, persoalan ini merupakan kewenangan pemerintah provinsi serta Kabupaten/Kota. ‘’Saya belum mengetahui persis kasusnya seperti apa,’’ ujarnya.

Namun sebut Mendiknas, pihaknya menyerahkan semuanya kepada Pemda setempat, karena yang menyeleksi dan mengatur kenaikan pangkat guru ini sudah menjadi wewenang Pemda. ‘’Penyelesaian kasus ini sepenuhnya kita serahkan kepada Pemda terkait, karena ini adalah kewenagan Pemda,’’ ucapnya.

Ditambahkan Mendiknas, jika dalam kasus ini ada keterlibatan di dalam instansi pemerintah terkait, tentunya harus dikenakan saksi juga. ‘’Dalam kasus ini jangan sampai guru saja yang menjadi sasaran. Kalau ada keterlibatan orang dalam maka harus mendapat hukuman sesuai dengan perlakuannya. Namun kita serahkan semuanya diproses oleh aparat penegak hukum,’’ harapnya.

Di tempat terpisah, anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Dra Hj Maimanah Umar MA kepada Riau Pos mengatakan, persoalan ini jangan hanya guru saja yang menjadi korban. Menurutnya, semua pihak yang terlibat dalam pemalsuan karya ilmiah guru ini termasuk pejabat dari dalam instansi terkait juga harus diusut.

‘’Kita tidak sepakat kalau yang menjadi sasaran hanya guru saja, tetapi oknum yang diduga dari dalam tidak tersentuh oleh hukum. Karena guru tidak akan mau melakukan hal itu kalau tidak ada kesempatan dari calo yang menawarkan jasanya untuk membuat karya ilmiah sebagai syarat sertifikasi kenaikan pangkat guru. Inilah yang menjadi tugas bagi parat hukum untuk membuktikan keterlibatan orang dalam,’’ tegasnya.

Kepala Sekolah Terancam Jadi Guru Biasa
Dari 38 guru yang tersandung Penilaian Angka Kridit (PAK) yang diduga palsu di Siak, 14 orang di antaranya adalah kepala sekolah. Jika ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30 tentang Pegawai Negeri Sipil diberlakukan, maka jabatan kepala sekolah terancam menjadi guru biasa. Sanksi itu akan diputuskan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Siak bersama Inspektorat dan Dinas Pendidikan Kabupaten Siak.

‘’Dalam waktu dekat kita akan dudukkan persoalan ini, untuk menetapkan sanksi terhadap guru yang tersandung PAK palsu,’’ tegas Kepala BKD Kabupaten Siak Drs H Tengku Said Hamzah kepada Riau Pos, Senin (8/2) di ruang kerjanya.

Terkait sanksi bagi guru, TS Hamzah mengatakan, bukan penurunan pangkat, tapi dikembalikan ke pangkat IV a. Makanya dalam pertemuan itu nanti, pihaknya akan memintai keterangan para guru dan kesalahannya disesuaikan hasil temuan di lapangan. Jika kesalahannya fatal tentu akan terjadi pemecatan, tapi ini belum dilakukan.

Makanya ia menyebutkan, setelah pertemuan bersama Disdik Riau dan inspektorat Riau beberapa waktu lalu, pihaknya masih melakukan pertemuan dengan isnpektorat, Disdik Siak dan BKD. Hasil pertemuan dari Pekanbaru harus dirembukkan lagi di tingkat daerah.

Dikatakannya, dari 38 guru yang mengurus PAK palsu untuk periode 1 oktober 2009, sebanyak 19 orang penetapan kenaikan pangkat IV b-nya belum dilaksanakan dan SK nya belum keluar. Namun mereka tetap dikenakan sanksi dan sanksi itu disesuaikan dengan tingkat kesalahan.

Sedangkan yang 19 orang lagi tetap dikembalikan ke pengkat semula yakni IV a. Mereka juga harus mengembalikan uang yang dibayarkan melalui tunjangan profesi atau tunjangan fungsional lainnya.

‘’Dalam waktu dekat sanksinya sudah kita tetapkan. Kalau dia kepala sekolah bisa-bisa saja jadi guru biasa, karena kasus ini bukan pemalsuan karya ilmiah melainkan PAK palsu,’’ ujarnya.

Sementara itu terkait PAK palsu, Ketua PGRI Kabupaten Siak Drs H Kadri Yafis juga mengaku tidak sepenuhnya kesalahan guru. Makanya ke depan dari PGRI akan mencarikan solusi agar guru yang akan mengurus kepangkatannya tidak ada kendala. PGRI dalam waktu dekat juga akan menggelar pelatihan penulisan karya ilmiah yang praktis.

‘’Kita sangat prihatin dengan kejadian ini dan kita sejak awal 2009 sudah membuat surat edaran agar tidak terjebak dengan bujuk rayu seperti itu. Untungnya untuk Kabupaten Siak jumlahnya cukup sedikit jika dibandingkan dengan daerah lain,’’ ujar Kadri.

Pelatihan pembuatan karya ilmiah ini kata Kadri, pihaknya langsung mendatangkan narasumber dari tim penilai angka kredit pusat, Jakarta dan pembicara lain dari Riau. Tentunya ini membantu guru-guru yang ingin membuat karya ilmiah agar tidak tertipu lagi.

Ia memandang, kejadian itu merupakan cerminan rumitnya pengurusan kenaikan pangkat yang ditetapkan oleh pusat. Makanya ketika ada peluang, para guru langsung terbujuk untuk mengambil jalan pintas.

‘’Kita berharap ini tidak terjadi lagi dan kita tetap memberikan dukungan moril kepada guru agar berbuat lebih baik untuk dirinya maupun masyarakat,’’ ujarnya.

BKD Riau Tunggu Keputusan
Vonis pengembalian pangkat yang mendera 1.820 guru Riau yang terlibat PAK palsu hingga saat ini belum dilaksanakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau. Pasalnya, keputusan pemberian sanksi dari BKD kabupaten/kota belum juga sampai ke BKD Riau. Namun, jika memang sudah menerima laporan pengkajian dari BKD dan Disdik masing-masing kabupaten/kota Riau, BKD Riau sudah menyiapkan SK pencabutan pangkat IV b yang diterima.

Hal ini dikemukakan Asisten III Setdaprov Riau, Ramli Walid kepada Riau Pos Senin (8/2) di Pekanbaru. Menurutnya, upaya tersebut dilakukan guna menfasilitasi pemberlakuan sanksi yang memang harus melalui daerah.

‘’Pengembalian pangkat 1.820 guru yang terbukti bersalah dari IV b ke IV a memang belum kita lakukan. Kita masih menunggu hasil pengkajian data BKN oleh BKD dan Disdik kabupaten/kota. Jika itu sudah ada baru bisa kita layangkan surat pencabutan pangkat,’’ jelasnya.

Sementara itu, terkait penurunan gaji dan tunjangan, diakui Ramli hingga saat ini masih belum juga dilakukan. Hal ini disebabkan pangkat dan golongan guru yang terlibat belum diturunkan. Hal tersebut juga diakui Kepala BKD Riau, Zaini Ismail kepada Riau Pos. Menurutnya, pengembalian gaji dan tunjangan tergantung kapan penurunan pangkat dilakukan. Sementara untuk Januari lalu, gaji PNS guru tersebut masih berdasarkan SK golongan IV b.

‘’Belum ada sanksi apapun yang kita berikan, karena memang belum ada kabupaten/kota yang merekomendasi guru tersebut untuk kembali ke pangkat semula. Kita hanya menunggu,’’ jelasnya.

Jika memang sudah ada rekomendasi pengembalian pangkat dari kabupaten/kota, BKD mengaku siap melayangkan surat pengembalian pangkat dari IV b ke IV a yang sudah ditandatangani Gubernur Riau, HM Rusli Zainal. Meski begitu, dia mengaku tidak mengetahui kapan sanksi ini akan diterapkan.

‘’Jika ada yang masuk rekomendasinya tentu langsung kita tindak. Lagi pula ini sudah diatur dalam Undang-ungang dan Peraturan Pemerintah. Setidaknya kita harapkan sesegera mungkin masalah ini tuntas,’’ harapnya.

Pemanggilan Saksi Terbentur Laporan

Polda Riau saat ini tidak bisa berbuat banyak terhadap kasus pemalsuan karya ilmiah yang dilakukan oleh 1.820 guru tersebut. Karena saat ini tidak ada laporan secara resmi masuk ke Polda Riau.

Hal ini diungkap langsung oleh Dir Reskrim Polda Riau melalui Kasat I, AKBP Auliansyah SIk kepada Riau Pos kemarin. ‘’Bagaimana kita mau meningkatkan kasus ini dari status penyelidikan ke status penyidikan, karena sampai sejauh ini belum ada laporan secara resmi masuk ke kita,’’ ungkapnya.

Untuk bisa menyidik kasus ini tambah Auliansyah, diperlukan adanya laporan resmi. Sementara sampai sejauh ini dari Disdik Provinsi sendiri belum membuat laporan secara resmi, baru sebatas pengaduan bahwa ada pemalsuan karya ilmiah.

‘’Memang laporan itu sampai kepada kita, tapi sifatnya baru sebatas pengaduan saja, belum berbentuk laporan resmi. Intinya saat ini kita masih menunggu laporan resmi dari Kadisdik,’’ ungkap Auliansyah.

Seharusnya, Penurunan Pangkat Guru Ditangguhkan

Terkait kasus yang menimpa guru-guru di Provinsi Riau anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi PDI Perjuangan, AB Purba SH MH meminta agar proses penurunan pangkat dan golongan guru-guru yang diduga bermasalah untuk sementara ditangguhkan dahulu sebelum ada keputusan Pengadilan yang tetap, baik di tingkat PN maupun PT dan MA.

Sikap tersebut diungkapkannya melalui surat tertulis yang diarahkan ke Harian Pagi Riau Pos, Selasa (8/2). Menurut dia, persoalan yang menimpa ribuan orang guru tersebut harus disikapi secara arif dan bijaksana sesuai hukum yang berlaku.

‘’Secara hukum yang menyatakan sah atau tidaknya suatu surat adalah dengan putusan pengadilan, bukan keputusan pejabat. Diharapkan kepada seluruh guru yang diduga tersangkut masalah kenaikan golongan ini agar tetap bekerja mengajar demi masa depan anak bangsa,’’ ungkap dia.

AB Purba mengharapkan agar kasus ini ditangani oleh instansi terkait dari gubernur, bupati/walikota, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Riau/Kabupaten Kota serta BAKN Pusat, BAKD Propinsi Riau dan BAKD Kabupaten/Kota se-Riau dan pihak kepolisian Riau, Polres kabupaten/kota se-Riau agar selesai dengan jelas siapa yang paling bertanggungjawab.

Para guru tersebut, dijelaskan Purba, diduga dikorbankan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Karena itulah, mereka harus diberikan kesempatan membela diri. Untuk itu diharapkan PGRI Riau segera turun tangan menangani permasalahan ini, terutama dalam kaitannya, mereka sebagai anggota PGRI.

Begitupun apabila ternyata dalam pemeriksaan oleh kepolisian nanti terlibat orang dalam lingkungan Dinas Pendidikan, BAKD, BAKN yang memberikan keputusan tentang kenaikan golongan, maka mereka harus dioproses secara hukum juga, sesuai UU yang berlaku.

Untuk itulah, Purba beranggapan perlu adanya verifikasi oleh intansi terkait, khususnya dalam meneliti sejauh mana keterlibatan orang-orang di beberapa lembaga lainnya yang terlibat dalam masalah ini. AB Purba mengharapkan supaya penurunan pangkat untuk kalangan guru ini agar ditangguhkan sementara, sampai ada keputusan pengadilan secara tetap.(yud/ksm/bud/lim/eko/muh)

CURANGKAH GURU KITA? Oleh Alaiddin Koto

8 Februari 2010 Kolom-Riau POS

PEMKO memberikan sanksi dengan meminta seluruh guru curang ini mengembalikan gaji yang diterima pascakenaikan pangkat yang cacat hukum tersebut.” Demikian di antara kalimat yang tertera di halaman salah satu surat kabar terbitan Pekanbaru, 6 Februari 2010 lalu.

Terlepas dari siapa atau dari mana asalnya, statemen di atas, secara kasar, bila tidak bisa disebut sangat kasar, amat melukai perasaan para guru yang telah puluhan tahun mengabdikan dirinya untuk pendidikan di negeri ini. Puluhan tahun mempertahankan kejujuran dan keprihatinan tanpa penghargaan yang memadai, sekali khilaf langsung dicap curang, sebuah kata yang mengikis semua pengabdian puluhan tahun tesebut.

Sepertinya, kata salah seorang guru senior yang sudah 25 tahun mengabdi sebagai guru, yang punya kalimat di atas adalah manusia paling bersih yang tidak pernah khilaf dalam hidupnya, sehingga dialah yang paling pantas untuk dijadikan panutan atau juga untuk dijadikan guru bagi bangsa yang tidak kunjung usai dirundung masalah ini.

Saya kira, semua prihatin atas kejadian ini. Tetapi tidak semua mampu melihat persoalan ini secara konprehensif, menggunakan teori berfikir melingkar, melihat persoalan secara holistik, tidak parsial. Hal itu wajar terjadi, karena tidak semua orang punya cara pandang yang sama, apalagi sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, wawasan, profesinya atau bahkan mungkin juga kepentingannya.

Tulisan ini tidak dibuat untuk membela kesalahan, atau membela orang yang berbuat salah. Kesalahan bukan seperti kebenaran yang harus dibela, tetapi sebuah kenyataan yang —sebelum ditentukan hukum untuknya— perlu dicaritahu kenapa kesalahan itu terjadi terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan agar sanksi yang akan diberikan menjadi sanksi yang memenuhi rasa keadilan, bukan sanksi yang justru dirasakan sebagai kezaliman.

Itulah sebabnya kenapa orang yang diberi kekuasaan untuk menjatuhkan hukuman atau memutuskan perkara di pengadilan disebut hakim, yaitu ahli hikmah, orang yang dalam ilmunya, luas wawasannya, tinggi kearifannya, dan amat bijak dalam mengambil keputusan, bukan algojo yang hanya tahu melaksanakan perintah tanpa perlu tahu atas dasar apa perintah atau hukuman itu harus dilaksanakan.

Tulisan ini mencoba mengajak kita untuk melihat apa sesungguhnya yang terjadi di balik semua itu, sehingga tidak gegabah menimpakan kesalahan kepada seseorang atau beberapa orang tanpa mengetahui apa sesungguhnya yang sedang terjadi pada orang yang kita anggap salah tersebut. Kesalahan adalah untuk dibetulkan atau diberi sanksi, tetapi kebenaran adalah untuk diterima dan dihargai, sehingga sanksi yang akan diberikan kepada yang berbuat salah memenuhi rasa keadilan, bukan seperti disebut di atas justru dirasakan sebagai kezaliman.

Kembali kepada persoalan di atas, salah seorang guru yang tersangkut masalah ini bercerita kepada saya tentang apa yang ia alami. Sekitar tujuh tahun lalu, ia pernah mengurus kenaikan pangkat dari IV/a ke IV/b. Semua aturan dan ketentuan yang ada sudah ia ikuti dengan benar, termasuk melakukan penelitian ilmiah.

Cukup banyak dana dan tenaga yang telah tercurah untuk itu, sampai akhirnya pengusulan kenaikan pangkatnya dikirim ke Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Setelah berbulan-bulan tidak ada berita, sang guru senior ini minta tolong kepada menantunya yang kebetulan sedang kuliah di Jakarta untuk mengurus.

Tapi apa yang terjadi? Ternyata, dengan berbagai alasan, pegawai di departemen itu mengatakan bahwa usulan tersebut belum diproses, dan perlu menunggu yang lain untuk disidangkan, karena baru sedikit guru yang mengusulkan kenaikan pangkatnya ke IV/b dari Riau.

Tidak putus asa sampai di situ, sang menantu terus berkunjung ke departemen bersangkutan sampai akhirnya berkas pengusulan sang mertua disidangkan. Hasil sidang menetapkan bahwa karya ilmiah yang berangkutan perlu diperbaiki.

Sesuai keputusan tersebut, ibu guru itu segera memperbaiki karyanya dan segera pula mengirimnya ke Jakarta. Tetapi kemudian ia dibuat kecewa lagi, karena sebelum perbaikan itu dinilai, ia disuruh lagi menulis artikel di koran dengan tema sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.

Ia tetap patuh, dan melakukan apa yang diminta kepadanya. Artikel dibuatnya dan dimuat di salah satu surat kabar harian di Pekanbaru. Dan, sama halnya dengan yang telah dilakukan di atas, artikel itu pun segera dikirim ke Jakarta.

Tetapi apa yang terjadi? Sama halnya dengan yang di atas, setelah berbulan-bulan pula perbaikan bahan-bahan itu dikirim, ia tidak menerima berita dari Jakarta. Akhirnya ia minta bantuan suaminya sendiri yang mengurus.

Singkat cerita, sang suami juga mengalami hal yang sama. Jawaban yang didapat, menunggu yang lain untuk disidangkan. Sudah bisa dirasakan betapa kecewanya si ibu guru yang golongan IV/a-nya ketika itu sudah berumur empat tahun.

Ia bertambah kecewa lagi katika setelah hampir dua tahun berlalu datang berita yang megatakan karya ilmiahnya dinilai nol. Untuk itu, suaminya kembali ke Jakarta untuk menanyakan kenapa dinilai nol, dan apa lagi yang harus diperbaiki. Jawaban yang diberikan tidak jelas. Yang jelas tim menilai nol. Oleh sebab itu itu harus dibuat karya yang lain lagi.

Perlu diketahui, si ibu guru itu dijadikan sebagai test case bagi kawan-kawan sesekolahnya dalam hal pengurusan kenaikan pangkat/golongan ke IV/b tersebut. Bila ia berhasil, maka yang lain akan mengikut, tetapi bia ia tidak berhasil maka yang lain akan berhenti hanya sampai di IV/a.

Karena, mereka merasa sangat gamang mempersiapkan bahan, apalagi lagi menyangkut penelitian dan karya tulis ilmiah di mass media. Mereka sangat gamang karena tidak punya kemampuan untuk itu, sementara pihak berwenang pun tidak pula pernah bimbingan untuk itu. Begitu berat rasanya persyaratan tersebut, sehingga muncul keputusasaan untuk naik pangkat. Mereka siap pensiun hanya sampai di golongan IV/a. Si ibu guru yang sedang kita ceritakan itu pun akhirnya menyerah. Ia mengatakan amat kecewa dan putus asa.

“Sia-sia semua pengorbanan dan jerih payah meneliti dan menyiapkan semua bahan itu Pak!” katanya dengan nada lirih. Perasaan seperti pulalah yang menghantui sebagian besar kawan sesama guru.

Memang sejak dua atau tiga tahun tetrakhir mulai ada perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi rasa kecewa merasa dianaktirikan dibanding pegawai negeri lainnya selama puluhan tahun, di samping masih adanya kekhawatiran akan keberlangsungan kesejahteraan tersebut, apalagi lagi dengan persyaratan kenaikan pangkat yang terasa begitu berat itu, tetap saja belum mampu menghilangkan rasa kecewa yang membuat jiwa mereka menjadi labil.

Nah, pada saat-saat seperti itu pulalah datang orang tertentu yang ingin menangguk rezeki. Tanpa berpikir panjang, tetapi jauh dari keinginan berbuat curang, namun dalam keadaan masih terbalut oleh rasa kecewa itu, sekitar 1.820 orang guru kita di atas akhirnya masuk perangkap sang calo. Itulah jadinya.

Jiwa yang labil karena kecewa, akan mudah terperangkap oleh rayuan. Lalu, bukankah fanomena guru ini adalah fenomena bangsa ini yang sebenarnya? Mereka bukan orang curang yang ingin berbuat curang, tetapi orang-orang baik yang labil yang termakan rayuan orang-orang yang curang. Selama bangsa ini tidak berlaku adil kepada anak-anak bangsanya, selama itu pulalah bangsa ini akan labil dan rawan dari rayuan.***

Prof DR Alaiddin Koto MA, Guru Besar Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau.

Ketua PGRI Riau - Prof. Isjoni: Guru Hanya Korban

8 Februari 2010- RIAU POS

PEKANBARU (RP)-Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Riau menyatakan bahwa guru hanyalah korban dalam kasus penetapan angka kredit (PAK) untuk kenaikan pangkat.

Ketua PGRI Provinsi Riau Prof. Dr. H Isjoni MSi menyatakan telah melakukan klarifikasi soal kasus yang membelit 1.820 guru ini.

Dalam surat dengan nomor 22/UM/PGRI/XII/2010 Pekanbaru, tertanggal 3 Januari 2010, dia menyampaikan bahwa, dari pengalaman menunjukkan proses pengusulan karya ilmiah yang telah dibuat oleh guru dan dikirim ke Jakarta sering tidak ditindaklanjuti. Sehingga para guru tidak mengetahui hasil penilaian dan koreksi dari pusat.

Kondisi tersebutlah yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Mereka menawarkan jasa untuk mengurus kenaikan pangkat. Dengan dasar tawaran tersebutlah para guru dengan senang hati menerimanya.(rpg)

Ada Oknum Petugas Terlibat

Pengajuan PAK Palsu Langsung ke Pusat

5 Februari 2010 - RIAU POS

PEKANBARU (RP)-Pengajuan 1.820 berkas guru untuk naik pangkat ternyata langsung ke pusat. Dari sinilah ternyata diketahui ada oknum yang bermain sehingga Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan (LPMP) Riau tak tahu berkas data guru yang naik pangkat ini.

Seperti yang diakui Kepala LPMP Riau, Zainal Arifin, penetapan angkat kredit (PAK) yang telah menjadikan 1.820 guru naik pangkat dari IV a ke IV b tidak pernah sampai di mejanya. Tidak hanya itu, berkas yang masuk ke LPMP dan direkomendasikan berhak mendapatkan PAK di atas 550 dan kenaikan pangkat jumlahnya tidak mencapai 100 per tahunnya. Bahkan dari yang hanya puluhan dan dinilai, setiap penilaiannya hanya 2-3 orang yang bisa dinyatakan lulus.

‘’Tidak mungkin sebanyak itu PAK yang kami luluskan. Untuk melakukan penilaian puluhan saja memerlukan waktu hampir tiga hari apalagi jika ratusan seperti itu. Yang jelas PAK palsu itu tidak pernah masuk ke LPMP,’’ jelasnya kepada Riau Pos Kamis (4/2) di ruangannya.

Dari data LPMP yang diperlihatkannya, pada bulan Oktober 2008 penilaian untuk PAK yang diperiksa hanya 36 berkas dan tiga orang yang diluluskan dengan nilai terbaik. Sementara pada data temuan PAK palsu pada BKN, dalam waktu yang sama PAK yang diserahkan mencapai 474 berkas. Hal yang sama terlihat pada berkas yang diperiksa pada Juni 2009 yang hanya 29 berkas dan tiga di antaranya lulus. Dibandingkan PAK palsu temuan BKN pada Oktober 2009 sebanyak 408 berkas jelas sangat jauh berbeda.

Sementara itu, untuk pelaksanaan pemeriksaan LPMP tidak mau main-main. Mereka melibatkan tim penilaian independen dan profesional dalam bidang pendidikan. Mereka beranggotakan 10 orang yang terdiri atas 3 orang dari akademisi Unri (profesor), 2 dari Widia Suara LPMP serta 5 orang kepala sekolah yang dinilai mampu dan berprestasi yang direkomendasikan Disdik Riau.

Tim, lanjutnya, bekerja sesuai dengan juklak penentuan nilai angka kredit yang sudah ditentukan. Baik pengumpulan angka kredit maupun penilaian Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang memiliki nilai tertinggi dalam hal ini. Bahkan setelah dilakukan penilaian oleh Tim Sepuluh, berkas akan diperiksa kembali oleh 2 orang profesor yang ditunjuk pusat untuk verifikasi penilaian.

‘’Saya kira dengan kemampuan kerja tim yang dibentuk, peningkatan mutu pendidikan guru pasti benar-benar disaring dengan baik. Jadi tidak ada yang hanya asal-asalan, karena yang berhak mendapatkan kenaikan pangkat adalah mereka yang mampu,’’ ujarnya.

Sebelumnya, Zainal mengaku terkejut dengan adanya temuan BKN Regional XII Kepri, Riau, Sumbar atas 1.820 PAK palsu tersebut. Bahkan menurutnya, sekitar medio Oktober saat ditemukan BKN, mereka sempat mempertanyakan berkas PAK yang disinyalir palsu kepadanya. Hasilnya, secara kasat mata Zainal yang mengenal jelas bentuk dan coretan Setjen PMPTK, Ir Giri Suryatama mengaku PAK itu memang palsu. Dan untuk memperjelaskannya, direkomendasikannya untuk mengirim surat verifikasi kepada Setjen PMPTK langsung.

‘’Awalnya BKN sudah datang ketika menemukan kejanggalan berkas PAK, hasilnya memang tanda tangan itu palsu. Tapi karena saya tidak berhak menyatakan, saya minta dia yang minta kejelasan dari Pak Giri. Ternyata memang palsu,’’ jelasnya.

Pengurusan DUPAK Bisa Langsung ke LPMP dan Gratis

Secara alur, pengurusan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) menjadi PAK sangat panjang. Dimulai dengan pengajuan guru kepada sekolah untuk rekomendasi ke Dinas Pendidikan (Disdik) kabupaten/kota. Setelah mendapatkan rekomendasi dari Disdik, berkas baru dikirim ke LPMP Riau. Berkas yang masuk Ke LPMP akan dilakukan penilaian oleh Tim Sepuluh yang sudah ditetapkan dan dinilai pada pertengahan April dan Oktober.

Meski begitu, untuk memperpendak alur pengurusan DUPAK guru juga berhak mengirimkan langsung kepada LPMP dengan kelengkapan berkas pengajuan. Hal ini tidak melanggar aturan karena sudah diatur dalam Kepmenpan 84/1993 tentang jabatan dan fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS). ‘’Saya kira tidak ada yang sulit untuk pengajuan ini. Hanya cukup kelengkapan berkas dan rekomendasi bisa langsung ke LPMP. Terus dinilai dan akhirnya bisa menjadi modal untuk naik pangkat ke IV b,’’ katanya.

Adapun berkas yang harus dilengkapi sebagai syarat penilaian PAK di antaranya surat pengantar dari Kepsek/Disdik kab/kota DUPAK, dan Karya Ilmiah. DUPAK terdiri atas SK pangkat terakhir, PAK terakhir, NIP/Karpeg, SK pembagian tugas guru, surat melaksanakan tugas, sertifikat diklat kedinasan, copy ijazah terakhir, dan bukti-bukti lain kegiatan Proses Belajar Mengajar (PMB). Sementara KTI (Karya Tulis Ilmiah) minimal harus 4 Judul yang meliputi diklat, buku, Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karya populer, alat peraga dan lain-lain. ‘’Jika semuanya lengkap dan tim penilai sudah melakukan tugasnya, pasti tidak akan ada masalah. Kirim ke LPMP langsung untuk dinilai,’’ tambahnya.

Menurutnya, pengiriman PAK melalui LPMP ini Riau adalah salah satu kota dari 13 provinsi yang bisa. Di antaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Jogjakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali, Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Sementara 20 provinsi lainnya harus guru itu sendiri yang mengirimkannya ke Pusat.

Namun begitu, jika dinyatakan tidak lulus karena PAK mereka tidak mencapai standar (550), LPMP akan memberikan bimbingan guna meningkatkan dan melengkapi kekurangan angka kredit. Di antaranya pelatihan penulisan karya ilmiah, penjelasan terkait peningkatan mutu pendidikan serta bantuan berupa metode penyusunan materi yang bisa meningkatkan nilai PAK tersebut. Bahkan seluruh pengurusan mulai DUPAK hingga ke PAK tidak dipungut biaya atau gratis. ‘’Semuanya gratis tidak memerlukan bayaran. Jadi rasanya sayang harus mengeluarkan Rp3,5 juta sampai Rp5 juta untuk mendapatkan itu. Tapi hasilnya, kini mereka yang harus menanggungnya,’’ ulasnya.

Akui Ada Sinyalir Oknum LPMP Terlibat

Terkait penyelusuran calo atau otak dari pemalsuan PAK tersebut yang disinyalir adanya keterlibatan Oknum LPMP, Zainal mengaku kemungkinan ada. Pasalnya, beberapa waktu lalu anggota Polda Riau sempat bertemu dengannya dan menanyakan salah seorang nama kepadanya. Zainal juga mengatakan bahwa nama yang disebutkan polisi tersebut memang ada di LPMP namun bukan staf LPMP. ‘’Kemarin memang ada Polda datang dan menanyakan katakanlah mister X di LPMP. Kalau namanya memang ada, tapi hanya oknum. Tapi sekarang masih menggunakan praduga tidak bersalah dulu,’’ jelasnya.

Meski mengaku mister X yang ditanyakan polisi tersebut, dia tetap enggan mengucapkan siapa. Menurutnya hal ini diserahkan saja kepada pihak kepolisian yang mengerti akan hukum. Hanya saja dia berharap, pelaku pemalsuan ini bisa ditangkap guna mengantisipasi permasalahan PAK palsu ke depan kembali terjadi.

Dia juga mengharapkan kepada guru untuk jangan mengikuti nafsu untuk mencari pangkat. Pasalnya, pangkat yang diberikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki bukan karena uang. Jika memang ingin pangkat IV b guru harus bisa menjadi pembicara dalam pertemuan dan pelatihan yang digelar untuk peningkatan mutu.

‘’Bayangkan saja, di Riau tercatat 10.080 guru saat ini golongan IV a. Itu angka yang fantastis jika dibandingkan polisi. Tapi jangan terlalu dikejar pangkat itu jika tidak mampu, nanti diminta menjadi pembicara di depan partemuan kita tidak mampu tentu kita yang malu. Makanya harus sesuai dengan keahlian, lebih lambat asal selamat,’’ imbaunya.

Banyak Kepala Sekolah
Kejadian yang menimpa guru ini disinyalir kebanyakan dialami para kepala sekolah. Seperti di Kabupaten Siak, dari 38 orang guru yang terlibat menggunakan jasa calo dalam pembuatan karya ilmiah dan pengurus kepangkatan di Jakarta, 14 orang di antaranya memiliki jabatan strategis yakni sebagai kepala sekolah tingkat SD dan SMP. Sedangkan selebihnya adalah tenaga pengawas sebanyak 4 orang dan guru sebanyak 20 orang.

‘’Kalau di daerah kita Kepseknya 14 orang dan kondisi ini sangat ironis. Makanya setelah mengikuti rapat bersama Kadisdik Riau tentang sanksi yang diberikan kepada guru, maka kita akan segera melaksanakanya,’’ ujar Kepala Bidang Ketenangaan dan Pengembangan Pendidikan Disdik Kabupaten Siak Jumangin SPdi kepada Riau Pos, kemarin.

Diduga Libatkan Oknum Kepsek Teladan Pekanbaru
Sementara itu salah seorang korban pembuatan karya ilmiah di Kabupaten Siak berinisial MS yang tidak mau disebutkan namanya mengakui, pembuatan karya ilmiah yang membuat dirinya harus menerima sanksi turun pangkat berawal dari perkenalannya dengan seorang oknum kepala sekolah teladan yang ada di Pekanbaru.

Bahkan pembuatan karya ilmiah yang hanya memakan waktu 10 hari itu, ia membayar uang jasa hanya sebesar Rp3,5 juta. Tidak hanya pembuatan karya ilmiah, tapi seluruh pengurusannya sampai ke Jakarta dilakukan oknum tersebut. Maka timbul di pemikirannya tidak perlu susah-susah untuk mengurus kepangkatan, melainkan dengan menggunakan jasa orang lain.

‘’Saya mengurusnya melalui salah seorang oknum kepala sekolah teladan di Pekanbaru, karena kita sibuk makanya lebih baik kita mengambil jalan pintas. Ternyata di balik itu semua saya tidak tahu akan terjadi seperti ini,’’ ujarnya.

Polda Riau Minta Laporan Resmi
Untuk menindaklanjuti kasus calo ini, Kepala Dinas Pendidikan Riau diminta untuk membuat laporan secara resmi ke Polda Riau. Hal ini ditegaskan langsung Direktur Reserse Kriminal (Reskrim) Polda Riau Kombes Pol Drs Alexander Mandalika kepada sejumlah wartawan, Kamis (4/2). ‘’Untuk kasus ini kita akan meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan Riau untuk membuat laporan secara resmi ke Polda Riau. Ini supaya nantinya kita bisa meningkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan,’’ ungkap Alex yang saat itu didampingi Kasat I, AKBP Auliansyah SIK.

Dir Reskrim juga menjelaskan, beberapa waktu lalu Kepala Dinas Pendidikan Riau memang pernah datang ke Polda Riau. Namun pada saat itu kedatangan Kadisdik ini baru sebatas berkonsultasi saja. ‘’Kemarin itu mereka (Disdik, red) belum membuat laporan secara resmi kepada kita, baru sebatas menyebutkan ada pemalsuan karya ilmiah yang dilakukan oleh para guru yang hendak naik pangkat,’’ katanya.

Sesuai Tingkat Kesalahannya
Hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh 1.820 guru PNS di Provinsi Riau yang diduga memalsukan PAK berupa pembuatan karya tulis ilmiah melalui calo untuk kenaikan pangkat saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan instansi terkait. Menurut Gubernur Riau HM Rusli Zainal, persoalan ini sedang dalam proses penyelidikan yang dilakukan instasi terkait, sehingga belum bisa disimpulkan mengenai hukumn yang diberikan kepada guru tersebut. Namun, hukuman yang diberikan tentu sesuai dengan kesalahan yang telah mereka lakukan.

‘’Persoalan ini sudah kita serahkan kepada instansi terkait untuk memperosesnya agar bisa diketahui akar permasalahannya. Sampai saat ini saya belum mendapat informasi perkembangan kasus ini. Tetapi yang jelas ini sudah ditangani dengan serius agar tidak terjadi lagi pelanggaran yang sama dilakukan guru,’’ ujar Gubri usai menghadiri RDP dengan Badan Anggaran (Banggar), Kamis (4/2).

Ketika ditanyakan, kalau ternyata hasil dari penyelidikan nanti ditemukan bahwa yang memalsukan karya ilmiah tersebut adalah dari instansi pemerintahan, Gubri menyatakan, akan ditindak dengan tegas. ‘’Kalau ternyata terbukti ada keterlibatan dari dalam, maka akan ditindak sesuai dengan aturan yang ada,’’ ujarnya. Bupati Kampar, Burhanuddin Husin menyebutkan, persoalan ini diserahkan sepenuhnya kepada instansi terkait termasuk pihak kepolisian untuk menyelidikinya. Dengan demikian, belum bisa dijelaskan mengenai hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh guru tersebut.

‘’Kita belum bisa pastikan hukuman apa yang harus diterima oleh yang berbuat seperti itu, karena semuanya masih dalam proses,’’ sebut Burhan, seraya mengatakan bahwa persoalan ini tidak harus sampai kepada pencopotan sebagai PNS.

Persoalan yang sama juga dikatakan oleh Wali kota Dumai, Zulkifli AS, bahwa saat ini pihaknya juga sedang mempelajar kasus tersebut, karena ini harus disikapi dengan serius. ‘’Bukan guru saja yang menjadi sasaran dalam kasus ini, tetapi pejabat terkait tidak menutup kemungkinan keterlibatannya. Namun, kita tunggu saja hasil dari proses yang sedang berjalan saat ini,’’ terangnya.

Pemkab Tunggu Keputusan Gubri
Setakat ini Pemkab Bengkalis belum mengambil keputusan apapun terkait sanksi yang diberikan terhadap 86 guru yang terlibat dalam pemalsuan karya ilmiah dalam kenaikan pangkat dari IV a ke IV b. Sanksi apa yang akan diberlakukan, itu tergantung dari keputusan Gubernur Riau nantinya.

Demikian ditegaskan Kadisdik Bengkalis H Syaari yang ditemui wartawan kemarin terkait adanya sebanyak 86 orang guru di Kabupaten Bengkalis termasuk Meranti dari sebanyak 1.820 guru yang terlibat kasus ini.

Menurut pria yang dekat dengan wartawan ini, Pemkab Bengkalis saat ini masih menunggu keputusan dari Gubri, apakah guru yang terlibat akan dikembalikan lagi kepangkatannya ke pangkat semula, pengembalian tunjangan yang diterima pasca kenaikan pangkat dan lainnya. Semuanya masih menunggu keputusan gubri. ‘’Kita belum mengambil tindakan apapun, sanksi apa yang akan diberlakukan tergantung keputusan gubernur, dan hingga saat ini kita masih menunggu. Namun yang pasti, jika ada pengembalian kepangkatan ke jabatan semula IV a, harusnya tunjngan yang telah diterima sejak kanaikan pangkat juga harus dikembalikan,’’ terangnya.

Kendati belum mendapat data pasti berapa rincian kepla sekolah dan guru dari sebanyak 86 guru yang memalsukan karya ilmiah itu, namun Syaari menyebut jika mayoritas adalah kepala sekolah, dan terbanyak di kecamatan Mandau.

‘’Rincian datanya tak hapal pasti, namun dari 86 orang itu, terbanyak kepala sekolah mulai dari SD, SMP dan SMA. Dan terbanyak yang memalsukan itu dari Kecamatan Mandau,’’ ungkap Syaari saat ditemui di kantor Bupati Bengkallis.

Disebutkan Syaari lagi, 86 orang guru dan kepala sekolah yang telah naik pangkat/golongan dari IV a ke IV itu sudah menerima tunjangan jabatan IVb ada yang sudah menerima sejak 1 April 2008, 1 Oktober 2009. Kemudian 1 April 2009 dan 1 Oktober 2009. ‘’Kalau nantinya keputusan Gubri bahwa mereka harus mengembalikan tunjangan kenaikan pangkat itu, berarti mereka harus mengembalikan terhitung sejak penerimaan tunjangan kenaikan pangkat mereka,’’ katanya lagi.

Senada dengan Syaari, Kepala BKD Bengkalis H Hermizon juga menerangkan jika BKD belum mengambil keputusan terkait sanksi administrasi kepegawaian terhadap 86 guru tersebut. Keputusannya ada pada Gubri karena masalah ini skala provinsi dan berdasarkan temuan dari Badan Kepegawaian Nasional.Menyinggung selain sangsi yang diberikan lewat keputusan gubri, apakah tidak ada sangsi administrasi kepegawan dari pemkab Bengkalis sendiri, Hermizon menyebut jika dalam pemberian sangsi terhadap pegawai tidak berlaku sanksi ganda. Artinya jika sudah ada sanksi adminstrasi dari provinsi yang tertuang dalam surat keputusan gubernur.(eko/ksm/yud/lim/evi/rio/muh)

Rabu, 17 Februari 2010

Guru dan Tradisi Ilmiah (Instan). Oleh Muhdianto Yusuf

KOLOM
4 Februari 2010 - RIAU POS

KASUS pemalsuan Penilaian Angka Kredit (PAK) oleh 1.820 guru di Riau mengundang keprihatinan kita bersama. Benarkah separah itu tenaga pengajar kita hanya untuk mengejar pangkat dari IV A menuju IV B, lalu mengorbankan nilai-nilai kejujuran? Siapakah yang pantas dipersalahkan di sini? Guru atau pemangku kebijakan? Lalu bagaimanakah aparat menindaklanjuti temuan pemalsuan tersebut? Jika benar ada calo di institusi pendidikan, beranikah aparat mengambil tindakan tegas?

Beragam pertanyaan muncul. Meski agak terkejut mendengar informasi yang disampaikan, terkadang juga berlebihan, penulis mencoba melihat persoalan pemalsuan tersebut dari sudut pandang penulis.

Penulis yang pernah mencicipi bangku kuliah di FKIP Unri tentu tidak bisa menerima jika guru dipersalahkan dalam kasus yang tergolong baru tersebut. Diyakini, apa yang dilakukan guru mengambil cara pintas seperti itu tentu tidak bisa diterima. Namun, jika kita ingin jujur, sejatinya akar persoalan juga muncul dari kompetensi guru yang dimaksud.

Kompetensi guru. Ya inilah yang harus digarisbawahi. Tentu tidak mudah bagi daerah seperti Riau yang sudah lima tahun terakhir serius memperhatikan kesejahteraan guru, mampu meningkatkan karya tulis guru dalam waktu singkat.

Meski hal itu adalah suatu kewajiban, kendala guru seperti minimnya informasi dan minimnya sosialisasi tentang tata cara penulisan karya ilmiah serta waktu yang singkat ketika harus menyerahkan berkas ke pusat, menjadi peluang untuk mengambil cara pintas.

Kompetensi guru tidak hanya dilihat dari kurikulum yang sudah diterbitkan dan menjadi acuan bagi guru untuk menindaklanjutinya dengan pembelajaran di kelas. Namun juga menyangkut seluruh aspek. Mulai dari integritas para guru, karakter, serta skill guru sendiri terhadap ilmu yang dikuasainya.

Jika kita sekali lagi mau jujur, selama ini pemerintah terutama daerah terlalu asyik memikirkan perbaikan infrastruktur sekolah, dan meningkatkan anggaran di bidang pendidikan. Namun SDM guru sendiri, pemerintah masih belum memperhatikan secara serius. Pemerintah pun lebih menyerahkannya ke lembaga profesi guru seperti PGRI. PGRI yang merupakan wadah guru tentu tidak hanya memikirkan masalah SDM semata, tapi juga persoalan lain.

Penulis sekali lagi tidak memiliki pretensi apapun terhadap pemikiran ini. Namun ingin mengajak kita semua agar melihat persoalan pemalsuan PAK Pak Guru dilihat secara jernih. Tentu kita tidak ingin guru yang diduga melakukan pemalsuan harus berhenti dan meninggalkan pekerjaaan mengajarnya hanya karena kita kaku memberikan sanksi terhadap kasus tersebut. Tentu juga tidak ingin, jika kita tidak bertindak tegas, lalu para guru akan mengulangi hal yang sama dan menjadi kebiasaan? Lalu apa yang bisa kita lakukkan?

Penulis mencoba mengambil benang merah dari kasus yang sudah terlanjur menjadi konsumsi publik ini? Pertama, kreativitas guru. Kreativitas guru inilah yang seharusnya terus mendapat perhatian dari pemerintah.

Dalam arti guru tidak hanya diminta kreatif dalam melaksanakan tugasnya, namun juga ikut memikirkan karirnya. Jenjang karir yang terbuka bagi guru tentu harus melalui mekanisme yang berlaku.

Jika dalam kenaikan harus membuat karya ilmiah, guru harus bekerja keras menggali berbagai referensi agar karya ilmiah tersebut bisa tuntas. Selain itu, guru kreatif juga harus rajin-rajin memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Apakah dengan rajin sharing informasi dengan berbagai stakeholder atau mitra lainnya yang berguna untuk kepentingan kenaikan pangkat mereka.

Guru juga dminta tidak pelit untuk membeli informasi. Apakah dengan rajin membaca koran sehingga tahu apa perkembangan pemerintah yang berkaitan dengan karir mereka dan melihat-lihat dengan cara surfing di internet.

Kita semua yakin, dengan jumlah guru di Riau yang mencapai 500 ribu orang, tentu angka 1.820 guru yang melakukan jalan pintas tersebut tidak akan mempengaruhi citra guru secara menyeluruh. Namun karena sudah banyak yang berbicara sehingga akar permasalahan menjadi rancu membuat citra guru kembali dipertanyakan.

Kedua, tradisi karya ilmiah. Penulis mengakui, persoalan tulis-menulis di kalangan guru memang tidak mudah. Guru yang terbiasa menjual pita suara karena mengajar, ketika dihadapkan untuk menulis menjadi tugas terberat bagi mereka.

Dengan kesibukan waktu mengajar yang padat, belum lagi tugas mereka di rumah dan masyarakat, tentu saja konsentrasi mereka dalam menulis akan membuat pikiran mereka terpecah.

Makanya tidak heran, bila ada peluang kenaikan pangkat, guru pun akan ramai-ramai mencari teman mereka yang sama-sama juga akan mengalami kenaikan pangkat untuk bekerjasama agar syarat kenaikan pangkat terpenuhi.

Minimnya informasi juga membuat guru terkadang harus mencari konsultan yang bisa menuntaskan permasalahn mereka. Sang konsultan inilah yang memainkan perannya. Guru yang tidak paham akan tradisi menulis akhirnya terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih agar sang konsultan dengan segera menyelesaikan penu-lisann karya ilmiah dengan tenggat waktu yang terbatas.

Nah, jenjang-jenjang inilah yang seyogiyanya pemerintah bisa melihatnya secara jernih. Meski Dinas Pendidikan Riau sudah menemukan solusi agar kasus pemalsuan PAK tidak terulang dengan cara menerbitkan jurnal bagi guru, namun tetap menyisakan keraguan karena tradisi ilmiah penulisan guru tidak semenarik yang dibayangkan.

Oleh karena itu, tidak ada upaya lain selain ikut serta Dinas Pendidikan bekerja sama dengan PGRI rutin menggelar kegiatan penulisan karya ilmiah. Apakah dengan triwulan sekali, setiap satu semester atau setahun sekali.

Tentu dengan masing-masing Dinas Pendidikan di kabupaten/kota, program tersebut Insya Allah akan berhasil asalkan ada kemauan untuk mewujudkannya. Dengan cara mengundang para pakar di bidangnya, apakah merangkul perguruan tinggi lokal, yakin upaya tersebut akan berhasil.

Ketiga, profesional guru. Profesional guru memang mudah diucapkan, namun pada tataran implementasi kita masih belum puas terhadap kinerja guru. Guru memang wajib dan mutlak menguasai kompetensi yang dimilikinya, namun karena masih belum rapinya manajemen pengelolaan sekolah, tidak jarang kita menemukan guru mengajar di bidang lain karena terbatasnya jumlah guru.

Ini tidak salah karena pada dasarnya ilmu bisa saja dipelajari. Namun karena sikap inkonsistensi inilah, membuat kerancuan. Tugas guru banyak terbelah akibat banyaknya beban tugas yang harus mereka lakukan. Oleh karena itu, pemerintah sekali lagi diminta untuk memetakan jumlah guru yang harus diisi tanpa harus mencomot formasi yang ada.

Pemerintah harus jujur setiap tahunnya, bila membuka lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi guru apa yang mereka perlukan. Misalnya, bila suatu kabupaten/kota tertentu kekurangan guru bidang PPKn sebanyak 10 orang, maka pemerintah tidak harus membatasi kuota yang diberikan, namun melihat skala prioritas sehingga ke depannya jurusan yang lain bisa dibuka.

Keempat, bagi guru yang tersandung kasus tersebut tidak ada cara lain selain menyerahkannya kepada mekanisme yang berlaku. Kita tentu saja sedih jika perjuangan yang sudah dilakukan selama ini sia-sia karena minimnya informasi yang diberikan.

Kita tentu tidak ingin bila harus terus-menerus digaluti kesedihan karena keku-rangtahuan akan mekanisme kepengurusan pangkat. Kita pasti setuju ini akan menjadi pengalaman yang berharga bagi kita untuk tidak mengulangi hal yang sama.

Kita berharap para guru yang dikenai sanksi displin tidak harus patah semangat untuk terus mengajar anak didiknya. Bila kita yakin tentu kenaikan pangkat yang harus ditunda dalam waktu setahun tidak akan lama. Tentu menjadi kesempatan bagi kita untuk terus berbuat yang terbaik untuk anak didik, sekolah dan masyarakat. Syabas guru.* (TG)
Muhdianto Yusuf S.Pd, dosen Universitas Riau tinggal di Kampar. e-mail: tengku_back2@yahoo.com.

Hari Ini, Nasib 1.820 Guru Ditentukan

3 Februari 2010- RIAU POS

PEKANBARU (RP)- Hari ini, nasib 1.820 guru dalam kasus dugaan pemalsuan Penetapan Angka Kredit (PAK) akan ditentukan dalam pertemuan antara Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dinas pendidikan kabupaten/kota dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Pekanbaru.

Salah satu yang dibahas adalah sanksi pengembalian dana tunjangan dari daerah, menyusul pengembalian ke pangkat semula yang sudah diputuskan Badan Kepegawaian Nasional (BKN).

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau Prof Dr Ir Irwan Effendi MSi mengatakan pertemuan tersebut akan dihadiri Kepala Kantor

Regional XII BKN Pekanbaru Drs Dede Djuaedy MSi, seluruh Kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota se-Riau serta Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Pekanbaru.

‘’Besok (hari ini, red) kita akan bahas masalah guru tersebut (yang diturunkan pangkat, red) bersama seluruh kepala dinas di Riau. Akan hadir dalam pertemuan itu kepala BKN dan LPMP. Kita akan tentukan sanksi yang diatur dalam UU,’’ ujar Irwan kepada Riau Pos Selasa (2/2) di Pekanbaru.

Berdasarkan Kepmenpan Nomor 20/2005, guru yang terbukti melakukan pelanggaran akan dipecat. Namun begitu, Irwan mengaku sanksi tersebut masih berat untuk diterapkan. Pasalnya, jika memang diterapkan banyak yang akan dirugikan. Lagi pula menurutnya banyak guru merupakan korban. Kemungkinan hanya akan diberlakukan hanya sanksi sesuai PP 3 tahun 1980 yang menyatakan hanya turun pangkat.

Penurunan pangkat yang dikenakan kepada guru dari golongan IV b ke IV a juga merupakan salah satu tema pembahasan. Saat ini, guru tersebut masih bergolongan IV b karena SK pengangkatan yang ditandatangani Gubernur Riau masih belum dicabut.

‘’Jadi konsekuensinya, para guru kita itu adalah korban penipuan. Namun begitu mereka tetap harus menerima konsekuensinya, dengan turun pangkat. Yang seharusnya IV b tapi turun menjadi IV a,’’ ujar Irwan Effendi yang didampingi Sekretaris Disdik Raja Agustiarman, Kasubag Umum dan Pegawaian Nurliah SH kepada Riau Pos, Selasa (2/2).

Pengakuan Irwan Effendi, pengurusan kenaikan pangkat, Dinas Pendidikan Riau hanya sebatas III d menjadi IV a, sedangkan untuk kenaikan pangkat dari IV a ke IV b wewenang Badan Kepegawaian Nasional (BKN). ‘’Jadi para guru langsung mengurusnya di LPMP dan BKN dan tidak melibatkan Disdik, sebab hanya berwenang merekomendasikan saja,’’ ucap Irwan Effendi yang diamini Agustiarman dan Nurliah.

Menurut Nurliah, untuk kenaikan pangkat, para guru harus memenuhi beberapa syarat terutama memenuhi kredit poin yang ditetapkan sesuai kepangkatan. Misalnya untuk golongan III a ke III b, kredit poin yang harus dipenuhi guru yaitu 150. Selanjutnya dari III b ke III c harus memenuhi kredit poin sebesar 200. Kemudian dari III c ke III d harus memenuhi kredit poin sebesar 300 poin. Sedangkan untuk III d ke IV a memenuhi poin sebesar 400 kredit poin.

‘’Jadi untuk naik pangkat ke IV b ada tiga karya ilmiah yang dipenuhi. Dan itu sudah syarat mutlak,’’ ucapnya.

Dikatakan Nurliah, terbongkarnya kasus ini pada akhir tahun 2009 lalu, terjadi ketika Disdik Riau mengajukan sertifikasi guru ke Depdiknas. Ternyata dari data itu didapatkan, jumlah guru golongan IV b di Riau lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah guru yang ada di Jawa Timur.

‘’Makanya ditelusuri, terutama kenaikan pangkat 1 April dan 1 Oktober 2008. Selanjutnya 1 April dan 1 Oktober 2009, didapatlah kejanggalan sebanyak 1.820 guru,’’ ucapnya.

Adapun beberapa pemalsuan yang ditemukan BKN tersebut adalah tanda tangan Set Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Ir Giri Suryatmana. Hal ini dijelaskan dalam surat Nomor: 1486/F1/KP/2010 yang ditandatangani Giri Suryatmana tentang klarifikasi PAK yang diduga palsu kepada Kepala Kantor Regional XII Badan Kepegawaian Begara (BKN). Dinyatakan dalam surat tersebut, Giri tidak pernah menandatangani PAK dengan tinta warna biru. Selain itu karakter tanda-tangan tidak sesuai dengan karakter aslinya dan stempel PAK yang palsu tidak sesuai dengan stempel Ditjen PMPTK Depdiknas sehingga PAK 1.820 guru se-Provinsi Riau dinyatakan palsu.

Terkait mengenai sanksi yang akan diterapkan, Kepala Kantor Regional XII BKN Pekanbaru, Drs Dede Djuaedy MSi juga mengakui sulit menerapkan UU baru tersebut. Beberapa pertimbangan harus dikaji untuk menuntaskan permasalahan guru tersebut. Bahkan menurutnya, yang seharusnya dituntaskan adalah permasalahan oknum calo yang berani memalsukan dan melakukan tindak pidana.

‘’Kita lihat saja besok. Tapi yang seharusnya dilakukan itu mendesak kepolisian mencari oknum calo yang merugikan negara ini. Sementara untuk guru kita berikan sanksi penurunan yang sudah cukup berat itu. Untuk ke depan bisa saja UU baru itu kita terapkan, supaya ada rasa takut melakukan kesalahan,’’ ujarnya.

Kepala LPMP Zainal Arifin saat dikonfirmasi Riau Pos melalui telepon selulernya beberapa kali kemarin tidak diangkat. Begitu juga saat dikirim SMS tidak ada balasan.

Tunggu Perintah Dir Reskrim
Terkait hal ini, Satuan Reserse Tindak Pidana Umum Polda Riau belum melakukan pemeriksaan terhadap para saksi. Pasalnya, saat ini mereka masih menunggu keluarnya disposisi dari Direktur Reserse Kriminal Polda Riau, Kombes Pol Drs Alexander Mandalika.

‘’Kita sama sekali belum melakukan pemeriksaan terhadap guru-guru yang dinyatakan turun pangkat seperti yang dilaporkan oleh Kepala Dinas Pendidikan kepada kita. Karena sekarang ini kita masih menunggu Disposisi dari Dir Reskrim,’’ ujar Kasat I, AKBP Drs Auliansyah kepada Riau Pos.

Apabila dari hasil Disposisi Dir Reskrim sudah turun dan menyatakan kasus ini harus ditindaklanjuti, maka pihaknya baru akan melakukan pemanggilan dan memeriksa guru-guru yang bermasalah tersebut.

‘’Intinya kita masih menunggu disposisi dari Dir Reskrim. Apabila nanti disposisi dari Dir Reskrim meminta kita untuk terus menindaklanjuti kasus ini, maka baru kita akan bekerja,’’ katanya.

Guru Tidak Tahu Masalah Tanda Tangan
Kasus ini ternyata tidak semuanya disadari para guru, karena banyak di antara mereka yang tidak tahu bahwa ini akan menimbulkan masalah. ‘’Kalau soal tanda tangan yang katanya dipalsukan itu kami kan tidak tahu karena mengurusnya secara kolektif saja,’’ ujar RNWS, salah seorang guru di Kampar yang namanya tercantum dalam daftar guru yang dipersoalkan oleh pusat kepada Riau Pos (2/2).

Dijelaskannya ia bersama teman-temannya mengaku sangat kaget begitu membaca berita adanya guru-guru yang kenaikan pangkatnya dipersoalkan. Apalagi informasi ini sampai diberitakan beberapa kali. Tentu saja mereka merasa cemas dan beberapa guru ke dinas untuk mencek nama-nama tersebut. ‘’Sayangnya di dinas tidak ada pengumuman resmi. Akhirnya kami hanya dapat periode kenaikan pangkat saja. Dari situlah kami tahu bahwa nama kami termasuk di dalamnya,’’ ujarnya sedih.

Dijelaskannya, ketika pengumuman akan adanya kenaikan pangkat maka ia dan teman-temannya segera mengumpulkan bahan. Pengumpulan bahan ini awalnya dilaksanakan sendiri-sendiri namun akhirnya dilaksanakan secara kolektif. Saat itu menurutnya pengumpulan bahan dilaksanakan dalam waktu yang singkat dan tidak sampai 10 hari. ‘’Saat ini memang kami sengaja mencari orang yang mau membuat karya ilmiah karena begitu banyak yang harus disiapkan,’’ ujarnya.

Ibu guru yang minta namanya tidak ditulis ini menyatakan walaupun karya ilmiah tersebut ditulis orang lain namun ia menyiapkan seluruh bahannya dan ikut serta juga mengeditnya. ‘’Artinya tidak semuanya dia (calo, red) yang tulis,’’ ujarnya. Bahkan ia juga beberapa kali mengubah isi karya ilmiah tersebut.

Saat ditanya apakah ia membayar untuk itu, RNWS tidak mau menjawab. Menurutnya ia hanya memberikan uang lelah saja dan tidak apa patokan harga. Namun yang membuat ia dan teman-temannya sedih adalah tuduhan bahwa mereka memalsukan tanda-tangan karena ia tidak tahu siapa yang tanda tangan. Pasalnya, semuanya dilaksanakan secara kolektif. ‘’Saya hanya menyerahkan bahan secara bersama-sama. Lalu ada teman yang menguruskan ke dinas dan selesai,’’ ujarnya.

Untuk itu ia berharap agar pemerintah mengambil tindakan yang bijak akan nasib mereka, karena mereka merasa nasib malang ini tidak semuanya kesalahan mereka. ‘’Kabarnya kami juga diminta mengganti uang yang sudah diterima ini. Tentu saja menyusahkan karena uang itu sudah dipakai dan tidak ada penggantinya,’’ ujarnya.

Usut Tuntas
Komisi D DPRD Riau membidangi pendidikan menilai, ditanganinya kasus dugaan pemalsuaan karya ilmiah sebanyak 1.820 guru se-Riau oleh Polda Riau sudah seharusnya demikian. Pengusutan tersebut, harus dituntaskan dan memberikan informasi ke publik tentang benar atau tidaknya. Sanksi jika terbukti bersalah, di dalam hukum adalah keharusan.

Hal ini dikemukakan Ketua Komisi D, Syarif Hidayat dan anggota Nurzaman kepada Riau Pos, kemarin. Syarif menyebutkan, persoalan penindakan hukum harus dilakukan Polda seobjektif mungkin dan sampai tuntas. ‘’Penegakan hukum harus dilakukan dan itu kita serahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang untuk mengusutnya tuntas,’’ ujar Syarif.

Nurzaman berpendapat sedikit berbeda. Penilaiannya, pemberian sanksi harusnya mengacu kepada hasil pembuktian Polda Riau. Jika memang terbukti bersalah, maka sebagai negara hukum sanksi harus diberikan, apakah diturunkan pangkat atau dipenjara. Namun yang terjadi saat ini sanksi diberikan terlebih dahulu sementara penyidikan masih berjalan, dinilainya tidak tepat.

‘’Selesaikan sampai tuntas penyidikan sampai membuahkan keputusan hukum. Kalau terbukti, barulah diberikan sanksi seperti diturunkan jabatan. Tapi saya tidak sepakat kalau diberikan sanksi diturunkan pangkat dari IV b ke IV a. Karena itu terlalu berat. Sanksi kan bisa pemotongan gaji, atau penundaan pangkat dari terkecil. Kalau penurunan pangkat IV b ke IV a, itu turun tiga jenjang,’’ tutur politisi Gerindra ini.

Buat Program Khusus
Ke depan, Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau segera membuat beberapa program sehingga para guru bisa membuat karya ilmiah. Salah satu program yang dibuat, yaitu membuat jurnal inspirasi pendidikan. Disdik Riau menyiapkan lima jurnal untuk tahun 2010 ini. Dengan adanya jurnal tersebut diharapkan para guru bisa membuat karya ilmiah dan yang layak bisa dimasukkan ke jurnal tersebut.

Kepala Dinas Pendidikan Riau, Prof Dr H Irwan Effendi MSi mengatakan, pihaknya akan membuat lomba karya ilmiah.

‘’Dalam waktu dekat kita akan membuat perlombaan karya ilmiah,’’ kata Irwan Effendi lagi. Lomba karya ilmiah tersebut, terdiri dari lomba karya tulis ilmiah, lomba karya bahan ajar, lomba media pembelajaran berbasis IT. Jadi karya ilmiah ini nantinya sudah bisa dikirim Februari ini dan Maret mendatang. Sedangkan pengumumannya dilaksanakan April mendatang.

Hukuman Jangan Memberatkan
Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) yang membidangi masalah pendidikan, Maimanah Umar menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh 1.820 guru PNS di Riau yang memalsukan Penetapan Angka Kredit (PAK) berupa pembuatan karya tulis ilmiah hukumannya jangan terlalu memberatkan, apalagi jabatan PNS-nya menjadi terancam.

‘’Memang langkah untuk menggunakan jasa calo dalam pembuatan karya ilmiah agar bisa naik pangkat adalah suatu tindakan yang tidak baik. Tetapi jangan sampai guru tersebut diberikan hukuman yang memberatkan sekali. Karena kesalahan itu bukan hanya dilakukan oleh guru bersangkutan, tetapi instansi terkait juga melakukan kesalahan yang sama,’’ ujar legislator asal Riau ini ketika dihubungi Riau Pos, Selasa (2/2).

Dikatakan Maimanah, pemalsuan ini bisa terjadi lantaran diberikan peluang dengan cara-cara seperti itu untuk mempermudah pembuatan karya ilmiah, sementara pengawasannya tidak begitu ketat. ‘’Kalau mekanisme serta pengawasan dalam pembuatan karya ilmiah itu tanpa adanya aturan yang terkordinir dengan baik, maka kesempatan itu akan dimanfaatkan oleh para calo. Para guru juga memanfaatkan kesempatan yang longgar tersebut,’’ ucapnya.

Ke depan sebut Maimanah, ini nanti yang menjadi bahan evaluasi bagi instansi terkait agar persoalan yang sama tidak terulang kembali. Karena ini akan sangat berpengaruh terhadap lembaga pendidikan. ‘’Kita berharap kejadian seperti ini tidak terulang kembali, karena tujuan ditetapkannya aturan itu untuk meningkatkan kualitas para guru,’’ terangnya.(eko/lim/hpz/esi/rdh/yud)

Karya Ilmiah versi Calo

Tajuk Rencana
2 Februari 2010 - RIAU POS

PESONA sertifikasi kini mulai menjerat para guru. Dengan impian cepat naik pangkat sehingga ujung-ujungnya fulus bertambah, sebagian guru akhirnya justru mengambil jalan pintas dengan menyerahkan tugas pembuatan karya ilmiah kepada para calo.

Ada supply ada demand. Bahkan, para calo ini berani menetapkan harga hingga Rp5 juta untuk pembuatan karya ilmiah. Kini, para calo itu berani gentayangan ke sekolah-sekolah untuk menawarkan jasanya.

Kejadian ini, tak bisa dimungkiri, adalah salah satu tamparan lagi buat dunia pendidikan kita. Dunia yang mestinya diisi dengan tradisi akademis yang jujur, bukan malah sebaliknya. Namun, kalau uang sudah bicara, semua hal bisa saja terjadi.

Di negeri kita, mencapai sesuatu dengan jalan pintas adalah hal yang sudah sangat lumrah bahkan mungkin paling diminati. Asal ada fulus, semua jalan bisa mulus. Selalu ada pintu belakang, pintu samping, atau shortcut lainnya di negeri kita untuk mencapai sesuatu tujuan.

Budaya dan tradisi inilah yang telah berurat berakar di negeri ini. Ia bahkan telah jadi penyakit kanker stadium IV b yang kian menggerogoti setiap lini bangsa ini. Kata-kata bijak mengatakan, “(Jika) guru kencing berdiri, (maka) murid kencing berlari.” Cikgu adalah panutan tunas-tunas bangsa negeri ini setelah orangtuanya di rumah. Lantas apa jadinya jika guru pun tetap saja memilih jalan pintas?

Tentu, sungguh tidak fair, jika kita hanya menyalahkan para cikgu. Negeri ini pun punya andil cukup besar untuk membuat atmosfer itu tumbuh dan berkembang biak. Selama ini, para guru hanya tahunya diminta membuat karya ilmiah. Tapi apa dan bagaimana karya ilmiah yang baik itu bisa dibuat, justru tak ada mekanisme dan proses yang baku.

Karena itu, perbanyaklah kegiatan-kegiatan ilmiah agar para guru senantiasa tercerahkan pikirannya sehingga membuat karya ilmiah pun jadi mudah. Buatlah sinergi antar lembaga sehingga ada tutor-tutor khusus yang akan membimbing para guru ketika ia membuat karya ilmiah. Ada mekanisme yang jelas, baku dan standar. Sebab karya ilmiah yang berkualitas tentu akan semakin meningkatkan mutu pendidikan kita.***

Calo ”Paksa’’ Guru Bayar Rp5 Juta

1 Februari 2010 - RIAU POS

PEKANBARU (RP) - Untuk dapat naik pangkat, banyak guru yang ‘’terjebak’’ dalam mekanisme pembuatan karya ilmiah yang menjadi persyaratan wajib. Kekurangmampuan dan ketidaktahuan membuat para calo ikut bermain di sana.

Bahkan calo menetapkan harga pembuatan karya ilmiah hingga Rp5 juta. Sebagian guru ‘’terpaksa’’ mengikuti calo naik pangkat ini agar dapat naik pangkat dari IVa ke IV b.

Pengakuan ini didapatkan dari salah seorang guru kepada Riau Pos yang minta namanya tidak dikorankan. Karya ilmiah, lanjutnya, memang salah satu persyaratan yang menyulitkan untuk kenaikan pangkat. Terlebih guru-guru perempuan yang waktunya terbagi antara pekerjaan dan mengurus rumah tangga.

Sumber Riau Pos tersebut mengatakan, calo yang menawarkan jasanya tersebut berkeliaran di sekolah-sekolah. Menurutnya, peran calo tersebut sama halnya dengan membantu mahasiswa dalam menyelesaikan skripsinya. ‘’Kalau di Bangkinang, biaya yang dikenakan untuk tiga makalah tersebut sebesar Rp5 juta. Sedangkan di Pekanbaru, harganya diperkirakan lebih murah,’’ ujarnya menutup pembicaraan kepada Riau Pos kemarin.

‘’Karya ilmiah memang merupakan salah satu persyaratan untuk menaikkan pangkat,’’ ungkap Kepala Sekolah SMPN 5 Pekanbaru, Muhammad Amin, kepada Riau Pos, Ahad (31/1).

Wakil Kepala Sekolah SMPN 4 Pekanbaru, Abdul Jamal, mengatakan hal yang senada. Menurutnya, untuk kenaikan pangkat dari IV a ke IV b memerlukan tiga karya ilmiah. ‘’Mengapa tiga karya ilmiah? Ini untuk mengantisipasi ditolaknya karya ilmiah tersebut,’’ ucapnya.

Menurutnya, karya ilmiah tersebut merupakan hasil beberapa kali Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Formatnya sendiri sama seperti makalah, yang relatif lebih mudah dari penulisan skripsi. ‘’Karya ilmiah tersebut, nantinya akan diujikan,’’ tambahnya.

Selain itu, juga terdapat persyaratan lain seperti masa bakti selama tiga tahun dari IV a. Dan beberapa syarat tambahan seperti mengumpulkan nilai minimal 12 poin pengembangan profesi, pendidikan dan lamanya jam mengajar.

Inti persoalan ini adalah guru ingin naik pangkat agar bisa mendapat gaji yang lebih besar. ‘’Semua pihak memang bisa memaklumi betapa berat perjuangan guru yang sering diberi iming-iming manis, namun dalam realitanya sekadar mimpi indah. Guru diberi harapan kenaikan gaji dengan adanya sertifikasi sehingga guru begitu terpesona mendengar harapan tersebut,’’ ungkap salah seorang guru di Inhu, Wirda.

Walaupun dengan jalan yang berliku dan bahkan sering dijadikan ‘’proyek seminar’’ di mana-mana, mereka dengan sabar mengikutinya, dan bahkan mereka harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk itu. ‘’Sekali lagi, hal tersebut dilakukan demi sebuah harapan untuk memperoleh sertifikat agar mendapatkan kenaikan gaji yang layak,’’ ungkapnya lagi.

Rumitnya aturan juga diungkapkan guru lainnya. ‘’Sebab mungkin guru yang tergoda dengan PAK palsu itu, karena begitu rumit aturan yang dibuat pemerintah sehingga para guru akhirnya mengambil jalan pintas dengan memanfaatkan biro jasa pembuat karya ilmiah untuk guru,’’ ujar Sasno, seorang guru di Inhu.

Kondisi ini juga mengundang keprihatinan kalangan dewan. Ketua Komisi I DPRD Siak Mester H Hamzah mengaku sangat prihatin dan seharusnya persoalan itu tidak terjadi.

‘’Kita sangat prihatin dan seharusnya ini tidak terjadi. Karena kita menilai seorang guru memiliki nilai intelektual tinggi. Ke depan ini harus diperbaiki,’’ ujar Mester H. Hamzah kepada Riau Pos, Ahad (31/1) di Siak.

Dikatakan Mester, kenaikan pangkat dari IV a ke IV b bagi guru memang merupakan hal yang wajar dan lumrah. Bahkan kenaikan pangkat itu merupakan kewajaran dan hak bagi semua guru. Namun bagaimana pangkat itu didapat tentunya harus sesuai prosedur yang berlaku. ‘’Kita akan pertanyakan ini, karena kita tidak mau kecurangan ini menjadi mata rantai yang bisa dilegalkan. Kita berharap jika sudah ditangani polisi ya harus segera diungkap,’’ harapnya.

Mester juga menambahkan, jika para guru tidak mampu membuat karya ilmiah sendiri, maka Disdik Siak harus membuat program khusus bagi guru yang akan mengurus kepangkatannya, yakni dengan memberikan pelatihan dan pendidikan tentang pembuatan karya ilmiah.

Karena kata Mester, tidak semua guru bisa dan ada kesempatan untuk membuat karya ilmiah untuk mengurus kepangkatan mereka. Jika itu memang sebuah keharusan, tentunya harus menjadi perhatian serius dan bukan membiarkan guru terjebak dengan persoalan yang dihadapi saat ini.

‘’Kita mengetahui tanggung jawab guru itu besar, makanya guru juga harus berani jujur dan tidak memakai jasa calo untuk membuat karya ilmiah dan ini namanya pelanggaran,’’ ujarnya.

Seharusnya kata Mester, dengan alokasi dana yang besar di bidang pendidikan, tentunya harus dibarengi dengan pelayanan dan mekanisme dalam pengurusan administrasi yang baik. Sehingga jika jalan yang ditempuh baik, tentunya akan memberikan manfaat yang baik. Tapi jika sebaliknya, maka para guru akan menerima akibatnya seperti yang dialami saat ini.

Jangan Dirusak
Kasus guru ini juga mendapat perhatian dari anggota Dewan Perwakilan daerah (DPD RI) asal provinsi Riau, Drs HA Gafar Usman. Gafar menyebutkan, dengan kejadian tersebut bisa merusak lembaga pendidikan yang saat ini menjadi perhatian pemerintah.

Dikatakannya, kejadian seperti ini tentunya sangat mencoreng lembaga pendidikan, apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) para guru. Oleh karena itu, instansi terkait maupun personal, lembaga pendidikan ini jangan sampai dirusak dengan cara-cara seperti itu. ‘’Guru yang ingin naik pangkat tentunya harus melakukan hal sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada, sehingga kemampuannya bisa teruji secara kualitas,’’ ujar Gafar Usman kepada Riau Pos, Ahad (31/1).

Dengan kejadian ini, tentu banyak guru yang menjadi korban dengan adanya oknum-oknum yang menawarkan jasa untuk membuatkan karya ilmiah tersebut. Padahal mereka bukan tidak mampu untuk melakukan itu. Tetapi dengan adanya peluang tersebut, maka mereka mengambilnya sebagai jalan pintas untuk mempercepat kenaikan pangkat.

‘’Kejadian ini yang rugi kan guru juga. Pangkatnya harus turun ke pangkat semula, bahkan tunjangan yang diterima selama menjalankan pangkat baru tersebut juga dikembalikan. Ini akibat dari lemahnya pengawasan yang dilakukan untuk memproses kenaikan pangkat para guru tersebut,’’ jelas mantan Kakanwil Depag Riau itu.

Persoalan ini memang harus dijadikan bahan evaluasi mendasar bagi instansi yang berwenang, sehingga ke depan untuk mencapai kualitatif itu jangan hanya beroriantasi kepada penilaian kuantitatif saja.

Karya ilmiah yang diwajibkan kepada para guru sebagai persyaratan sertifikasi guru itu hendaknya betul-betul bertujuan mencari guru yang memiliki kemampuan berpikir serta berwawasan yang nantinya bisa mendorong untuk meningkatkan pendidikan. ‘’Kita berharap dalam proses ini harus ada ketegasan dari instansi terkait, supaya kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Saya rasa guru pasti mampu melakukan itu untuk mencapai kualitas tersebut. Tetapi mekanisme dan pengawasannya betul-betul terkordinir dengan baik,’’ ucap Ketua Komite IV DPD RI ini.

Menanggapi kejadian ini, pihak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menekankan ke depan mekanisme dan proses untuk mendapatkan sertifikasi bagi guru itu harus lebih diperketat, sehingga ke depan tidak terulangnya kembali kejadian seperti ini.

‘’Kita tekankan kepada Pemda supaya ke depan mekanisme dan aturannya yang memang melalui proses yang terkordinir. Sehingga kenaikan pangkat bagi guru nantinya betul-betul hasil karyanya sendiri, bukan orang lain. Karena ini juga akan berpengaruh kepada mutu pendidikan ke depan,’’ ungkap Kepala Humas Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional, Muhadjir kepada Riau Pos, beberapa waktu lalu.

Sedangkan penanganan terhadap adanya penemuan itu, Depdiknas menyerahkan semuanya kepada daerah Riau, karena yang mengurus dan memproses semuan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi guru tersebut adalah daerah yang bersangkutan.

‘’Kita sangat berterima kasih kepada Pemprov Riau yang telah menemukan adanya pemalsuan persyaratan sebagai syarat sertifikasi guru. Kalau ini tidak ditemukan secepatnya, maka kita tidak bisa membayangkan bahwa kejadian seperti ini akan terus berlanjut,’’ ujar Muhadjir.(ind/ilo/ksm/yud/muh)

1.820 Guru di Riau Wajib Kembalikan Tunjangan

Calo Karya Ilmiah Diadukan ke Polda

30 Januari 2010 - RIAU POS

PEKANBARU (RP) - Sanksi penurunan pangkat dari IV b ke IV a terhadap 1.820 guru PNS (sebelumnya diberitakan 1.700 guru) di Riau ternyata berefek panjang. Selain harus mengembalikan uang tunjangan pangkat selama menjadi golongan IV b, mereka juga dikenakan sanksi lanjutan, terhambat untuk segera naik pangkat kembali karena harus memulai proses dari awal.

Sementara praktik percaloan pembuatan karya ilmiah untuk kepentingan syarat kenaikan pangkat sudah dilaporkan ke Polda Riau. Jika memang terbukti bersalah dalam pemalsuan dokumen, calo yang hingga saat ini masih diselidiki akan dijatuhi hukuman, termasuk para guru.

Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, Raja Agustiarman kepada Riau Pos Jumat (29/1) di Pekanbaru, menjelaskan bahwa persoalan ini memang sudah berada di wilayah hukum.

‘’Tim sedang malakukan penyidikan, dan penyelewengan itu sudah dilaporkan kepada Polda. Saat ini masih dalam proses hukum. Sementara sanksi untuk guru sifatnya permanen dan harus dimulai dari awal lagi,’’ jelasnya.

Menurutnya, dari laporan yang diterima Disdik Riau, tercatat di Kota Pekanbaru ditemukan paling banyak yakni 514 orang guru harus turun pangkat. Berikutnya Kabupaten Kampar mencapai 362 guru dan Kuansing 302. Sementara jumlah guru yang terendah dikenakan sanksi adalah di Kabupaten Rohil 18 guru serta Pelalawan 37 guru. Sementara total seluruh guru yang diturunkan pangkatnya adalah 1.820 guru.

Untuk kembali ke pangkat IV b, lanjutnya, para guru harus memulai dari awal. Seperti pendaftaran diri dan pembuatan karya ilmiah yang merupakan salah satu syarat untuk naik golongan. Setelah itu, ketentuan kelulusan dan kenaikan pangkat akan disahkan oleh Sekjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMTK) pusat bersama LPMP Riau.

‘’Kita harapkan tidak terjadi hal yang sama di masa datang. Makanya, untuk guru yang akan meningkat pangkatnya untuk bekerja sendiri, jangan sampai ada tindakan curang seperti calo karya ilmiah. Yang jelas sekarang mereka harus terima konsekuensinya,’’ jelasnya.

Selain itu, mengenai sanksi yang diberikan pada guru, ia mengatakan tak dapat memberikan sanksi lebih lanjut. Dikarenakan kasus ini sudah masuk ke dalam ranah hukum. ‘’Tapi kalau untuk penurunan pangkat dan pengembalian tunjangan itu sudah diatur dalam PP dan Kepmen,’’ lanjutnya.

Lebih jauh, ia mengatakan mengenai penilaian karya ilmiah yang dilakukan di pusat, merupakan aturan yang sudah disepakati. Di mana untuk kenaikan pangkat menjadi IV a diserahkan pada daerah, sedangkan dari IV a ke IV b diserahkan ke pusat. ‘’Jadi tak bisa juga kita ikut campur, karena sudah diatur demikian,’’ tutupnya.

BKD Riau Segera Proses
Di sisi lain, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau segera melakukan proses penurunan pangkat 1.820 guru PNS yang turun pangkat dari IV b ke IV a. BKD kabupaten/kota diminta segera mengusulkan nama guru yang ingin diproses tersebut.

Kepala BKD Riau, Zaini Ismail melalui Kepala Bidang Administrasi dan Kepegawaian, Muslim Khas kepada Riau Pos, Jumat kemarin, mengatakan, memang sudah ada laporan bahwa ada indikasi 1.820 guru PNS yang memalsukan hasil karya ilmiah dan tandatangan instansi terkait, dalam pengajuan kenaikan pangkat.

Hanya saja, kata dia, proses penurunan pangkat PNS guru ini masih diproses di tingkat kabupaten/kota. Karena, menurut dia, kewenangan penuh yang menyatakan penurunan pangkat ini ada pada daerah.

Sedangkan BKD Riau, sambungnya, hanya sebagai instansi yang melakukan proses lebih lanjut untuk proses SK kenaikan pangkat nantinya. Langkah penurunan pangkat ini, ulasnya, merupakan hal yang pantas diberikan. Bila memang terbukti guru bersalah.

‘’Penurunan pangkat ini tidak hanya berlaku bagi guru PNS saja. PNS umum juga diberikan sanksi yang sama bila melakukan kesalahan. Kita ingin kualitas PNS bisa ditingkatkan lagi,’’ ungkapnya.

Sebelumnya Dir Reskrim Polda Riau Kombes Pol Drs Alexander Mandalika SIK melalui Kasat I, AKBP Auliansyah SIK yang dikonfirmasi Riau Pos malam tadi membenarkan adanya laporan tersebut. Menurutnya laporan itu masih dalam penyelidikan pihaknya.

‘’Laporan itu memang sampai ke kita, tapi saat itu Kepala Dinas Pendidikannya datang kepada kita sifatnya baru sebatas pengaduan saja, belum membuat laporan secara resmi tentang siapa pelaku yang terlibat dalam kasus ini. Karena kita melihat hal ini penting, lalu kita nyatakan, kasus ini akan kita lakukan penyelidikan,’’ kata Auliansyah.

Depdiknas: Perketat Pengawasan Persyaratan Sertifikasi Guru
Terkait kasus ini, Kementerian Pendidikan Nasional (Mediknas) menekankan ke depan mekanisme dan porosesnya untuk mendapatkan sertifikasi itu lebih diperketat.

‘’Untuk menghindari tidak terulangnya kembali kejadian seperti ini, kita tekankan kepada Pemda supaya membuat mekanisme yang memang melalui proses yang terkordinir. Sehingga kenaikan pangkat bagi guru nantinya betul-betul hasil karyanya sendiri, karena ini juga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan ke depan,’’ ungkap Kepala Humas Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional Muhadjir kepada Riau Pos, Jumat (29/1).

Penanganan terhadap adanya penemuan itu, Muhadjir menyatakan bahwa Depdiknas menyerahkan semuanya kepada daerah Riau, karena yang mengurus dan memproses semuan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi guru tersebut adalah daerah yang bersangkutan. ‘’Pengangkatan kenaikan pangkat tersebut kan otoritas daerah, karena saat ini guru dikelola oleh daerah. Sehingga dikembalikan kepada kebijakan daerah, baik memprosesnya secara hukum maupun dalam menetapkan apa sanksinya kalau ternyata temuan itu terbukti,’’ tuturnya.

Atas temuan itu, pihak Mendiknas juga memberikan apresiasi kepada Pemda dalam hal ini dinas terkait yang telah menemukan adanya dugaan pemalsuan terhadap karya ilmiah dan tanda tangan instansi terkait. Dengan demikian, bisa menyelamatkan muka dunia pendidikan dengan kejadian tersebut.

‘’Kita sangat berterima kasih kepada Pemprov Riau yang telah menemukan adanya pemalsuan persyaratan sebagai syarat sertifikasi guru. Kalau ini tidak ditemukan secepatnya, maka kita tidak bisa membayangkan bahwa kejadian seperti ini akan terus berlanjut,’’ jelasnya.

514 Guru Pekanbaru
Terkait penurunan pangkat 514 tenaga pengajar di Kota Pekanbaru, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Pekanbaru Hermanius mengatakan hal tersebut sudah konsekuensi yang harus dijalani. Dia juga mengatakan proses penurunan pangkat itu bersifat permanen. Artinya para tenaga pengajar tersebut harus kembali melengkapi segala persyaratan untuk mendapat promosi berupa kenaikan pangkat.

‘’Dengan konsekusensi tersebut, secara aturan para PNS tersebut harus kembali ke jabatan semula yaitu IV a dan wajib mengembalikan tunjangan yang telah diterima. Sebab dana tersebut merupakan uang negara yang harus dipertanggungjawabkan,’’ paparnya.

Saat dikonfirmasi mengenai sistem pengembalian tunjangan yang telah diperoleh para aparat pemerintah tersebut, Hermanius mengatakan hal tersebut tergantung kebijakan dari provinsi. Sebab yang mengeluarkan SK pengangkatan adalah pihak Provinsi Riau. Bisa saja sistem pengembalian dilakukan secara langsung atau dengan pemotongan gaji setiap bulannya.

Dia menambahkan, besarnya jumlah tenaga pengajar di Kota Pekanbaru yang terlibat masalah ini, karena secara kuantitas tenaga pengajar yang telah memiliki kesempatan untuk kenaikan pangkat memang di Pekanbaru lebih besar dari kabupaten/kota lainnya.

Mengenai kelanjutan permasalahan tersebut, Hermanius mengatakan belum mendapat informasi secara detail. Namun berdasarkan informasi yang telah diterimanya, kasus tersebut telah diketahui pusat dan sudah diproses oleh aparat keamanan.

‘’Untuk permasalahan ini, kita tidak bisa berbuat banyak. karena yang lebih berperan di sini adalah pihak provinsi. Kita hanya menunggu hasil pemeriksaan dari pusat. Namun ke depannya, tenaga pengajar hendaknya mengikuti aturan yang berlaku dalam mengusulkan proses kenaikan pangkat. Yang harus ditekankan adalah jangan mudah tertipu dengan tawaran dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sebab efek yang dihasilkan cukup besar,’’ ujarnya.

Kampar Ada 362 Guru

Selain Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar termasuk daerah yang banyak gurunya akan mengalami penurunan pangkat. Jumlahnya 362 orang. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kampar H Alfisyahri SH kepada Riau Pos kemarin mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih lanjut, sejauh mana keterlibatan para guru itu dalam proses pemalsuan karya tulis ilmiah dan penetapan angka kredit (PAK).

Apabila ada yang terlibat langsung maka tentu akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Namun apabila ternyata para guru hanyalah sebagai korban penipuan, maka Dinas Dikpora akan memperjuangkan agar para penipu tersebut dituntut untuk diproses ke jalur hukum.

‘’Kami akan menelusuri lebih jauh tentang persoalan ini, karena jumlah guru yang terancam turun pangkat di Kampar jumlahnya mencapai 362 orang. Jika mereka bersalah tentu ada aturan untuk memprosesnya, tetapi jika ternyata mereka korban penipuan maka dinas juga akan turut menuntut agar penipu itu diproses secara hukum,’’ ujarnya.

Dari informasi yang diberikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional XII ke Gubernur Riau, diketahui bahwa untuk Kabupaten Kampar jumlah guru yang mengurus kenaikan pangkat dan diduga menggunakan PAK dan karya tulis ilmiah palsu itu pada 1 April 2008 sebanyak 20 orang, pada 1 Oktober 2008 sebanyak 168 orang, pada 1 April 2009 sebanyak 109 orang, pada 1 oktober 2009 sebanyak 68 orang. Jumlah seluruhnya sebanyak 362 orang.

Rohul
Di bagian lain, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Rokan Hulu H M Zen SPd membenarkan adanya 58 guru PNS yang tersebar di 16 kecamatan di Rokan Hulu yang dikenakan sanksi penurunan pangkat dari golongan IV b ke IV a.

‘’Sebenarnya kita sudah lama menerima informasi dan surat dari Dinas Pendidikan Riau, tentang guru PNS di Rohul. Waktu itu, secara resmi kita belum mendapat acuan terhadap sanksi yang akan diberikan. Memang benar 58 guru PNS itu dikenakan sanksi penurunan pangkat dari golongan IV b ke IV a,’’ ungkap Kadisdikpora Rohul H M Zen SPd menjawab Riau Pos, Jumat (29/1).

Menurutnya, 58 guru PNS di Rohul yang dikenakan sanksi penurunan pangkat, karena tidak sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku dalam persyaratan sertifikasi guru, terutama pemalsuan terhadap hasil karya ilmiah. ‘’Sejauh ini, sanksi yang diberikan hanya turun pangkat. Soal pengembalian penghasilan dari gaji yang diperoleh, kita belum mendapatkan informasi yang jelas,’’ katanya.

Zen mengaku, Disdikpora Rohul belum menyurati 58 guru PNS tersebut. Mereka sampai saat ini belum tahu. Siapa nama-nama guru tersebut, pihaknya belum mendapatkan datanya. ‘’Kalau sanksi ini, sudah resmi dan diputuskan oleh instansi yang berwenang. Kita akan memanggil 58 guru yang bersangkutan, langsung menindaklanjuti penurunan pangkat dari IV b ke IV a,’’ katanya.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai belum dapat menyebutkan apakah guru-guru di Kota Dumai yang masuk ke dalam periode April 2009 yang naik pangkat, juga terindikasi melakukan pemalsuan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk naik pangkat dari IV a ke IV b.

Kadisdik Kota Dumai Drs H Rusli Alhamidi kepada Riau Pos Jumat (29/1) menjelaskan, memang pada periode April 2009 itu ada sebanyak 32 orang guru naik pangkat ke IV b dan sudah ada keputusan kenaikan pangkat tersebut, atau sudah sah naik pangkat. Sedangkan yang periode Oktober 2009, dari 36 orang guru yang mengajukan berkas kenaikan pangkat, 4 orangnya ditolak karena harus melengkapi lagi berkas tersebut, dan yang sudah lengkap pada Oktober itu sebanyak 32 orang. Namun belum sampai dikeluarkan surat keputusan tentang kenaikan pangkat tersebut.

Karena pada setiap tahun itu ada dua kali kenaikan pangkat, yakni pada periode April dan Oktober, maka untuk yang tahun 2009 baru yang periode April 2009 saja yang sudah jelas positif naik pangkat dari IV a ke IV b. Sejak bulan itu pula guru-guru itu sudah menerima gaji sebagaimana gaji untuk golongan IV b.

Dijelaskan Kadisdik, memang karya ilmiah itu merupakan salah satu syarat untuk mengajukan kenaikan pangkat dari IV a ke IV b. Akan tetapi kewenangan penilaian karya ilmiah itu bukan dari Disdik, namun langsung dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), dan dari LPMP itulah hasil karya ilmiah guru-guru itu akan mendapatkan apa yang disebut penetapan angka kredit (PAK).

‘’Setelah mendapatkan PAK, maka syarat-syarat lain juga harus disiapkan oleh guru yang memohon untuk kenaikan pangkat tersebut. Selain PAK yang harus dipersiapkan juga daftar penilaian pegawai untuk 2 tahun brturut-turut dan angka, baik itu minimal 76, syarat lainnya seperti SK CPNS, pangkat terakhir, lampiran pajak (LP2), kartu pegawai. Setelah semua lengkap pihak sekolah langsung mengajukan berkas persyaratan itu kepada kita (Disdik, red). Setelah itu kita ajukan kepada BAKD,’’ katanya.

Ungkap Dalang Penipuan
Dari Siak dilaporkan, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Siak merasa prihatin terhadap nasib 38 orang guru di Kabupaten Siak yang tertipu dengan pembuatan karya ilmiah untuk pengurusan kepangkatan dari golongan IV a ke IV b. Bahkan para guru harus menanggung akibatnya dan harus rela pangkatnya dikembalikan lagi serta membayar uang tunjangan yang sudah diambil selama satu tahun sejak kenaikan pangkat itu diterima.

Namun di balik itu, Disdik Siak meminta agar pelakunya segera ditangkap, karena pihaknya mengakui kelemahan para guru dalam membuat karya ilmiah yang seharusnya tidak dipaksakan dan bukan melalui calo untuk membuat dan mengurusnya.

‘’Kita sangat prihatin dengan kondisi itu dan kita memang mengakui kelemahan para guru dalam membuat karya ilmiah untuk persyaratan kenaikan pangkat. Tapi hal itu juga sangat kita sayangkan. Jika kita tidak mampu jangan memaksakan diri. Kita harus belajar bagaimana membuat karya ilmiah sendiri dan bukan melalui calo, seperti yang terungkap saat ini,’’ ujar Kadisdik Siak Drs H Arfan Usman MPd kepada Riau Pos, Jumat (29/1) di Siak.

Ia mengaku mendapatkan kabar itu dari Departemen Pendidikan RI dan pihaknya langsung mengambil langkah dengan mengumpulkan para guru yang sudah tersandung kasus itu dan pihaknya sudah meminta masing-masing guru untuk membuat kronologis, bagaimana mereka bisa terjebak dan terayu oleh calo yang berada di luar sistem Dinas Pendidikan. Karena dari keterangan para guru, calo itu didapat di luar Dinas Pendidikan, baik daerah maupun provinsi.

Arfan juga menyebutkan, sesuai edaran departemen pendidikan terkait persoalan itu, seharusnya guru tersebut dinonaktifkan sebagai guru. Namun pihaknya masih akan membicarakan dan mencari kebijakan lain, sehingga para guru tetap bisa mengajar seperti biasa. Meski sanksi itu harus dijalani dan kepangkatan mereka harus turun kembali.

‘’Ini sebuah konsekuensi yang harus mereka terima. Sebelum berbuat seharusnya mereka berpikir jauh. Jangan mau mengambil senangnya saja dan tidak memikirkan resikonya,’’ ujarnya.

‘’Kita berharap persoalan ini tidak didiamkan begitu saja dan harus diungkap siapa dalang dan para calonya,’’ harap Arfan.

Dari Inhil dilaorkan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Inhil Drs H Pahrolrozi mengatakan sedikitnya 152 guru yang akan mengalami penurunan pangkat. Namun dia menyatakan bahwa data tersebut belum valid dan kemungkinan masih bisa bertambah, karena tim dari Provinsi mengaku masih akan melakukan pendataan secara maksimal.

‘’Data yang kita terima ada sekitar 152 orang guru. Tapi sejauh ini belum ada tindak lanjut dari provinsi, sehingga kita juga belum bisa berbuat apa apa,’’ kata Pahrolrozi.

Menurutnya, sebenarnya masalah ini bukan kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten. Sebab yang melakukan penilaian tersebut ialah Provinsi Riau melalui Lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP). ‘’Kita sudah mengetahui persoalan ini sejak lama, namun tidak ingin mencampuri karena bukan kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten,’’ ujar Kadisdik Inhil itu.

Pihaknya berharap untuk masa yang akan datang, kesejahteraan guru bisa lebih diperhatikan, dan proses kenaikan pangkat dan proses lainnya jangan sampai terlalu memberatkan. Karena saat ini sesuai dengan aturan yang baru, lanjutnya, jangan untuk proses kenaikan pangkat dari IV a ke IV b, dari golongan III a ke III b saja sulit sekali persyaratannya.

‘’Saya juga sangat menyesalkan kenapa guru sebagai pihak yang harusnya menjadi contoh dan tauladan, kok mau tertipu oleh calo yang menawarkan jasa mereka untuk pembuatan karya ilmiah tersebut,’’ tambah Kadisdik sembari menyebutkan bahwa sebetulnya hal itu bukanlah kesalahan guru. Kadisdik berharap penanganan masalah tersebut harus serius dan melibatkan kabupaten/kota serta provinsi yang dapat turun bersama-sama.

Sedangkan bagi calo dan pihak-pihak yang terlibat harus diberikan tindakan dan sanksi. Termasuk bagi guru yang terlibat harus menerima risiko masing-masing.Yang tidak kalah penting menurut Pahrolrozi ialah, jika harus dilakukan penurunan pangkat ini, maka BAKN harus segera mengeluarkan SK-nya, karena sampai saat ini belum ada kejelasan. Sehingga pemotongan gaji PNS yang disebut-sebut turun pangkat juga belum dilakukan. Dan gaji yang dibayarkan masih sama dengan gaji yang di-SK-kan oleh Gubernur.

Serahkan ke Proses Hukum

Sementara Dinas Pendidikan kabupaten Rokan Hilir akan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku manakala menemukan guru di lingkungan Pemkab Rokan Hilir yang menggunakan jasa calo pada pembuatan karya tulis ilmiah sebagai prasyarat sertifikasi kenaikan pangkat IV a ke IV b.

Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Dinas Pendidikan Rohil Drs Khairul Azam yang juga Plt kepala Dinas Pendidikan kabupaten Rokan Hilir, Jumat (29/1). Khairul ditemui di ruang kerjanya tidak menampik jumlah sebanyak 1.820 guru yang diindikasi bermasalah sebagaimana disibak dari Dinas Pendidikan propinsi Riau.

Namun begitu, pihaknya setakat ini masih belum mendengar ataupun mengetahui adanya guru dari Rohil yang terlibat menggunakan jasa calo pada saat sertifikasi beberapa waktu lalu. “Sejauh ini belum ada penjelasan atau keterangan dari jajaran walau hanya mengindikasikan adanya guru dari Rohil yang ikut sertifikasi naik pangkat dengan menggunakan jasa calo saat membuat karya ilmiah,” ujarnya.

Ambil Jalan Pintas

Di Kabupaten Bengkalis, termasuk Meranti ada sekitar 84 orang guru yang harus menerima sanksi diturunkan pangkatnya dari IV b ke IV a. Jumlah ini cukup banyak dilihat dari jumlah keseluruhan guru di Riau yang terkena sanksi turun pangkat. Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga Bengkalis H Syaari yang dihubungi menjelaskan jika Disdik Bengkalis selama ini telah melakukan bimbingan penulisan karya ilmiah kepada guru di kabupaten.

“Kalau dilihat dari segi kemampuan, saya pikir, guru bisa membuat sendiri karya ilmiah karena kita juga sudah memberi bekal pengetahuan yang cukup kepada guru dalam bentuk bimbingan dan pelatihan membuat karya ilmiah. Namun mungkin karena ingin praktis dan tak ingin repot, disewa orang lain untuk membuatkan,” ungkap Syaari.(eko/new/rio/epp/ind/zar/ksm/fat/mur/why/evi/fia/muh)